Sejumput Kenangan Bersama LAPMI

Rabu, 03 Oktober 2018

Moment Pelantikan Bakornas LAPMI PB HMI 2016-2018 di Dewan Pers Jakarta
Akhirnya, selesai sudah tugasku mengawal Bakornas LAPMI PB HMI. Ada rasa haru dan bahagia karena sudah terbebas dari tanggungjawab yang dipikul sejak dua tahun lalu. Yakni sejak 2016-2018. Sepanjang dua tahun itu ada banyak dinamika yang terlewati dalam mengawal jalannya organisasi LAPMI ini.

Sebagai badan otonom, LAPMI memang kerap dipandang sebelah mata. Itu bisa dilihat dari minimnya perhatian Pengurus Besar terhadap LAPMI. Kecilnya anggaran operasional serta dibatasinya ruang gerak untuk berkreasi, adalah bentuk kecil dari minimnya perhatian itu. Bila saja anggaran operasional itu disejajarkan dengan bidang-bidang yang ada di PB, serta diberinya ruang untuk berkreatifitas bagi LAPMI dan LPP lainnya, tentu kita akan menyaksikan begitu dinamisnya wajah organisasi HMI secara keseluruhan.

Namun, kendala-kendala itu, tidak lantas membuatku patah arang. Aku punya tekad yang besar untuk menjadikan LPP khususnya LAPMI menjadi lembaga yang seksi dan menarik minat para kader untuk berbondong-bondong masuk ke dalamnya. Berbagai kegiatan sempat dilakukan. Tentunya target utama adalah menaikkan tingkat literasi kader HMI menjadi lebih baik lagi dibanding sebelum-sebelumnya. Mengapa gerakan literasi ini menjadi target utama di periode kepengurusanku?

Pertama, aku menilai literasi adalah hal yang penting bagi tiap aktivis mahasiswa. Literasi tak melulu hanya terkait dengan gerakan baca tulis. Ia lebih luas dari itu. Literasi berbicara segala hal yang berkaitan dengan kehidupan. Minimnya kepedulian mahasiswa zaman now akan kondisi kebangsaan dan keummatan kita saat ini, menurutku, dikarenakan rendahnya tingkat literasi mahasiswa. Sehingga ia menjadi apatis. Menjadi tak peduli dengan keadaan yang ada di sekelilingnya. Bagi mahasiswa dengan tipe seperti ini, tak ada alasan untuk ikut campur dengan persoalan orang lain. Mau susah atau tidak kehidupan orang-orang disekelilingnya, ia tak peduli. Ia lebih mementingkan kehidupan dirinya sendiri. Merasa nyaman dengan fasilitas yang ia dapat, bagi mahasiswa dengan tipe seperti ini, ia sudah merasa puas.

Ia tak punya rasa peduli terhadap orang sekitar yang tak mampu dalam menjalani kehidupan. Yang hanya sekedar makan saja tak bisa, apalagi mau sekolah. Selayaknya, mahasiswa turun pada masyarakat-masyarakat yang mengalami kendala seperti ini. Kesulitan dalam menempuh pendidikan serta rendahnya pendapatan yang dihasilkan oleh masyarakat, menurutku, ini dikarenakan rendahnya tingkat literasi mereka. Maka sebagai kalangan terdidik, sudah semestinya ia turun ke bawah. Bergaul dengan masyarakat. Mengajak masyarakat untuk meuju pada kehidupan yang lebih baik serta mengajarkan mereka untuk cinta pada ilmu pengetahuan.

Dengan cara apa dan bagaimana?

Dengan cara menggalakkan kembali sistem pendidikan non formal seperti yang dilakukan oleh Ki Hajar Dewantara dengan Taman Siswa-nya. Taman Siswa milik bapak pendidikan Indonesia ini, sistem pendidikannya sangatlah berbeda dengan sistem pendidikan bentuk kolonial yang saat ini menjadi sistem baku pendidikan nasional. Di sana, di Taman Siswa, tidak ada pemberian ijazah layaknya lembaga pendidikan kita saat ini. Yang diutamakan adalah memberikan bekal keilmuan bagi para peserta didiknya. Ijazah hanyalah sekedar formalitas belaka yang tak ada kaitannya dengan skill dan kemampuan peserta didik. Ijazah hanya bukti bahwa seseorang telah menempuh pendidikan. Ia tidak bisa dijadikan sebagai sebuah bukti bahwa seseorang memiliki pengetahuan yang tinggi.

Pengetahuan tinggi seseorang bisa dilihat dari pembicaraan dan tutur kata yang disampaikannya. Biasanya itu tampak saat ia sedang berbicara dan penggunaan kata serta kalimat yang mudah dipahami oleh lawan bicaranya. Komuniken akan mudah memahami apa yang disampaikan oleh komunikator. Di sinilah seseorang itu bisa dinilai lewat struktur kalimat yang diutarakannya kepada lawan bicaranya.

Selama ini, aku kerap menyaksikan dan berdiskusi dengan kader-kader HMI di tingkat bawah, terutama saat mengisi training-training, di mana saat mereka mengajukan pertanyaan struktur dan pola kalimat yang dikeluarkannya terkadang tidak tepat. Maksudnya sih hendak menunjukkan diri sebagai mahasiswa yang pintar dengan pemilihan kata-kata yang kontemporer dengan akhiran ‘si’. Parahnya, penggunaan itu malah terkadang tidak tepat makna dan artinya. Sehingga tangkapan atas pertanyaan itu menjadi tidak pas. Entah ini dikarenakan aku yang kurang membaca literature atau seperti apa, aku tak tahu.

Berdasarkan pengalaman itulah, di Bakornas LAPMI aku beserta kawan-kawan menggalakkan kembali gerakan-gerakan diskusi. Baik itu berupa kegiatan bedah buku atau pun diskusi tematik yang disesuaikan kondisi kekinian. Jamak diketahui, kecintaan kader HMI akan buku memang sangat mengkhawatirkan. Entah ini dikarenakan ketidakmampuan mereka membeli buku atau sulitnya mendapatkan akses terhadap buku-buku. Namun bagiku, alasan-alasan itu tidaklah rasional dan mengada-ada.

Diskusi Mengenang Cak Nur yang diisi oleh Kakanda Fachry Ali

Mewabahnya smart phone sebenarnya untuk memudahkan penggunanya untuk mengakses informasi, baik itu berupa buku digital atau pun berita. Sayangnya, kerap kader HMI lebih banyak menggunakan smart phone miliknya hanya untuk sekedar mengirim pesan, membuka media sosial dan stalking status kawannya serta bermain game. Tak lebih dari itu.

Kembali ke persoalan yang tadi. Pada kecintaan kader HMI akan buku dan bacaan. Sepengalamanku saat di Bakornas LAPMI kemarin, dan saat bersentuhan dengan Pengurus Besar HMI, mereka enggan menyediakan waktunya untuk membaca buku sekalipun hanya lima belas menit setiap harinya. Jangankan buku, koran pun jarang mereka sentuh. Padahal, sekretariat PB HMI selalu berlangganan empat koran. Yakni Kompas, Republika, Sindo dan Tempo. Bahkan tak jarang, seminggu sekali terkadang ada majalah Tempo. Empat koran itu sering aku lihat masih rapi kondisinya dan tidak terbaca sama sekali. Kalau terbaca, mungkin akan terlihat lecek kertas koran itu. Sayangnya itu tidak. Dan itu aku saksikan selama aku tinggal di sekretariat LAPMI di lantai 3.

Tiap malam, empat koran itu aku bawa ke sekretariat LAPMI. Aku baca. Aku sigi. Terkadang aku corat-coret karena data yang ada pada koran tersebut sangat penting, menurutku. Aku memang tak sempat membaca koran-koran itu di siang harinya dikarenakan waktu siang aku gunakan untuk silaturahmi atau bertemu dengan sahabat dan kerabat. Namun, malam harinya, aku selalu menyempatkan diri untuk membaca empat koran itu. Karena aku merasa bingung tak karuan bila tak membaca informasi yang ada pada koran-koran itu. Kebingungan juga selalu menyelimutiku bila selama seminggu saja tidak membaca buku. Jadi, aktivitasku sebenarnya tak jauh-jauh dari itu. Koran,buku, koran, buku, koran, buku. Tak lebih. Selalu di seputaran itu.

Empat koran langganan Sekretariat PB HMI itu pun kini masih ada di sekretariat LAPMI. Seonggok banyaknya. Dan ada di bawah meja komputer di dalam sekretariat LAPMI. Aku memang melarang kawan-kawan untuk menjual onggokan koran itu. Karena bagiku, data dan informasi yang terdapat pada koran-koran itu sangatlah penting. Dan suatu saat pasti akan berguna bila hendak menulis artikel, makalah atau pun paper. Pengagungan terhadap arsip, baik itu berupa koran atau pun berkas, memang sangatlah rendah. Tingkatannya berada di atas dikit dibanding sampah.

Cobalah perhatikan saja, berkas-berkas konfercab dari berbagai cabang di seluruh Indonesia. Masihkah ia dirawat dengan baik pasca pembahasan dan penetapan di rapat harian PB HMI? Tidak! Berkas-berkas itu dibiarkan terbengkalai dan tak terawat dengan baik. Bahkan tak jarang dijadikan alat pembersih kotoran. Disobek dan dijadikan pembersih tumpahan kopi atau teh di atas meja. Sungguh miris sekali melihat penghargaan kita terhadap berkas-berkas itu. Padahal, berkas-berkas itu adalah bukti sejarah perjalanan HMI Cabang yang bila dirawat dengan baik akan sangat berguna kelak dikemudian hari.

Berkas-berkas itu juga menjadi saksi, bagaimana perdebatan dilakukan demi meluluskan atau menjegal keinginan satu kelompok atau gerbong di HMI. Tak jarang, karena berkas-berkas itu, saling sikut, saling caci, bahkan baku pukul dilakukan. Namun, bila sudah diputuskan dan ditetapkan, hidup berkas itu menjadi merana. Ia diletakkan begitu saja dipojokkan lemari tanpa seorang pun yang akan menyentuh dan membukanya kembali. Jangankan menyentuh, menoleh pun tidak. Lain halnya, bila berkas tersebut belum diputuskan di rapat harian, keberadaannya akan dicari. Tak ada di kawan PAO yang satu, akan ditanyakan ke kawan PAO lainnya. Keberadaannya menjadi sangat penting. Seakan-akan berkas itu menjadi taruhan perjalanan hidup suatu kelompok (*).
Share this article :

3 komentar:

  1. Banten, Jawa Barat. Org ini telah merompak minimart (INDOMARET) tak sempat merompak polis datang.. Nak d tangkap dia melawan. D tembak peluru x tembus (kebal) lalu mau d tangkap terus ia lari tp tak takut pistol @ peluru. D tembak x mati.... Gila. Terjadinya kelmarin gara2 covid19, xdak duit lalu dia rompak🤣🤣🤣

    BalasHapus
  2. Info dari frontliner LHDN. Perhatian bagi BANTUAN PRIHATIN.

    (versi mudah difahami)

    Hasil Care Line LHDNM akan mula bertugas pada hari ini bagi mengendalikan semua pertanyaan berkaitan Bantuan Prihatin Nasional (BPN). Dengan jangkaan kesesakan talian, nasihat saya adalah seperti berikut;

    1. Jika anda penerima BSH - Tidak perlu telefon atau semak secara online. Hanya tunggu sahaja.

    2. Jika anda bukan penerima BSH tetapi dalam Kumpulan M40 yang membayar cukai dan merasakan anda layak untuk menerima bantuan - Tidak perlu telefon atau semak secara online. Hanya tunggu sahaja.

    3. Jika anda tidak tergolong dalam kedua-dua kategori di atas, ini bermakna anda tergolong dalam Kumpulan T20 - Tidak perlu telefon, just stay at home.

    Namun, jika anda merasakan diri anda perlu diberikan bantuan kerana *tidak tergolong* dalam *Kumpulan M40 atau T20*, serta anda *tidak pernah memohon bantuan BSH* ataupun *membayar cukai*, buatlah *permohonan mulai 1 April 2020* nanti.

    Semakan pengesahan data akan dibuat dan bantuan secara adil akan diberikan kepada mereka yang layak.

    P/S: Panjangkan pada yang lain. Semoga bermanfaat.

    BalasHapus
  3. Info dari frontliner LHDN. Perhatian bagi BANTUAN PRIHATIN.

    (versi mudah difahami)

    Hasil Care Line LHDNM akan mula bertugas pada hari ini bagi mengendalikan semua pertanyaan berkaitan Bantuan Prihatin Nasional (BPN). Dengan jangkaan kesesakan talian, nasihat saya adalah seperti berikut;

    1. Jika anda penerima BSH - Tidak perlu telefon atau semak secara online. Hanya tunggu sahaja.

    2. Jika anda bukan penerima BSH tetapi dalam Kumpulan M40 yang membayar cukai dan merasakan anda layak untuk menerima bantuan - Tidak perlu telefon atau semak secara online. Hanya tunggu sahaja.

    3. Jika anda tidak tergolong dalam kedua-dua kategori di atas, ini bermakna anda tergolong dalam Kumpulan T20 - Tidak perlu telefon, just stay at home.

    Namun, jika anda merasakan diri anda perlu diberikan bantuan kerana *tidak tergolong* dalam *Kumpulan M40 atau T20*, serta anda *tidak pernah memohon bantuan BSH* ataupun *membayar cukai*, buatlah *permohonan mulai 1 April 2020* nanti.

    Semakan pengesahan data akan dibuat dan bantuan secara adil akan diberikan kepada mereka yang layak.

    P/S: Panjangkan pada yang lain. Semoga bermanfaat.

    BalasHapus

 
Support : Mas Template
Copyright © 2011. SHOFA AS-SYADZILI - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website | Edited by Arick Evano
Proudly powered by Blogger