Cinta, sebuah kata yang mampu membuat siapapun melakukan apa saja. Tak peduli apakah itu bertentangan dengan karakter pribadinya ataukah tidak. Cinta, titipan Tuhan pada anak manusia untuk saling menyayangi sesama tanpa melihat latar belakang pasangannya dari mana dan anak siapa. Bahkan konon Tuhan pun menciptakan semesta raya karena alasan cinta. Yah, cinta. Karena alasan itulah tak jarang peperangan dapat terhenti karena tumbuhnya benih-benih cinta dalam hati manusia. Tentunya bukan hal yang aneh pula bila seorang penulis mengalami jatuh cinta pada seorang dara jelita.
Dan, film ‘A Case of You’ menyuguhkan itu. Menyajikan pada para pemirsa dan penikmat film tentang cerita seorang penulis yang jatuh cinta pada seorang dara. Inilah sebuah film yang menarik untuk ditonton terutama bagi kalangan penulis pemula dan penikmat film romance.
Film yang diperankan oleh Justin Long dan Evan Rachel Wood ini benar-benar dapat menjadi pemantik imajinasi seorang penulis. Jalan ceritanya sungguh sangat menginspirasi bagi seorang penulis bagaimana mencari ide, menuliskannya, kemudian mengakhiri jalan cerita yang dibuatnya berdasarkan kisah hidupnya sendiri.
Film ini diawali dengan adegan yang sangat mengasyikkan. Adegan yang biasanya kerap dialami oleh seorang penulis kala ide yang diharapkan dan ditunggunya tak kunjung tiba. Setiap kalimat yang hendak ditulis oleh tokoh utama dalam film ini, selalu saja dihapusnya. Berulang-ulang. Selalu begitu. Hal yang demikian, menghapus kalimat sebelum sebuah tulisan jadi, adalah hambatan yang kerap dialami oleh seorang penulis. Hal ini menandakan bahwa menulis juga membutuhkan ide, suasana yang tenang, dan nyaman hingga mampu membuat pribadi penulis merasakan orgasme karena kenikmatan dapat menumpahkan segenap rasa.
Dari adegan pembuka pada film ini saja, terlintas dalam benak ujaran seorang penulis profesional, Hernowo Hasim, yang menyatakan kegiatan membaca dan menulis itu membutuhkan sebuah ruang yang bernama ‘ruang privat’. Ruang ini tidaklah nyata. Melainkan dibangun dan dibuat dalam pikiran sang penulis itu sendiri.
Dalam ruang privat itulah, seorang penulis mampu membuat sebuah cerita dengan tanpa beban, lepas dan bebas mengungkapkan apa saja yang ada di hatinya. Di sini, di ruang privat ini, yang dituju bukanlah hasil dari proses menulis. Melainkan kenikmatan saat proses menulis yang sangat nyaman dan menyenangkan. Proses yang nyaman dan menyenangkan kala menulis inilah yang kerap dicari oleh seorang penulis.
Suasana itu tak didapat oleh tokoh utama dalam film ini. Sebelumnya, tokoh utama bernama Sam ini berprofesi sebagai penulis bayaran, sebuah profesi yang tugasnya menuliskan cerita yang diambil dari sebuah film. Kebiasaan menulis cerita dari film ini membuatnya tak mampu menulis sesuatu yang dekat dengan dirinya. Ia menulis sesuatu yang jauh dan berjarak dari dan dengannya. Hingga pertemuannya dengan seorang pelayan cantik bernama Birdie Hazel pada sebuah kedai kopi, membuat jalan kepenulisan yang ditempuhnya menjadi berbeda.
Dari sinilah alur cerita dalam film ini bermula. Sang tokoh utama berupaya sedemikian rupa melakukan pendekatan pada tokoh utama wanita. Media sosial facebook Birdie dikuntitnya. Dicarinya segala informasi tentang Birdie Hazel. Tak cukup disitu saja. Segala hal yang berkaitan dengan Birdie diikutinya. Dari musik, olahraga, makanan kesukaan hingga buku favorit yang menjadi bacaan kesukaan Birdie.
Penggunaan facebook untuk menguntit orang yang kita kagumi dan sayangi, senyatanya adalah aktifitas yang kerap dilakukan oleh muda-mudi generasi milenial saat ini. Dari media sosial buatan Marc Zuckenberg inilah segala hal yang berkaitan dengan pujaan hati itu ada dan tertera. Dan, generasi saat ini pun pasti melakukannya. Ada banyak kisah keseharian di sekitar kita yang menjadikan media sosial facebook sebagai ajang mencari informasi tentang pujaan hati. Tak hanya itu, facebook juga tak jarang menjadi media mencari jodoh.
Kembali pada film tadi. Seusai mendapatkan informasi terkait segala hal, kebiasaan dan kesukaan Birdie, Sam menjadi sosok yang berbeda dibanding sebelumnya. Ia yang tak suka dengan keramaian, hura-hura dan petualangan kemudian berubah drastis. Tiba-tiba ia mencoba untuk belajar gitar karena Birdie dalam status facebooknya sangat menyukai pria yang pandai bermain gitar. Kisah demikian bukankah sering kita jumpai dalam keseharian kita? Didekat kita juga?
Yah. Inilah cinta. Yang dengannya manusia dapat berubah dalam sekejap saja. Berupaya melakukan apa saja asalkan dapat berdekatan dan menyenangkan wanita yang menjadi target dari cintanya. Sampai-sampai karena prilaku yang demikian, penyanyi dangdut pendiri Partai Idaman, Haji Rhoma Irama membuat lirik menarik lewat lagunya yang berjudul ‘Berkelana’. Sang Raja Dangdut itu menulis :
Dalam aku berkelana //Tiada yang tahu ke mana ku pergi //Tiada yang tahu apa yang kucari // Gunung tinggi kan kudaki //Lautan kuseberangi //Aku tak perduli
Tak akan berhenti aku berkelana //Sebelum kudapat apa yang kucari//
Walaupun adanya di ujung dunia// Aku kan ke sana tuk mendapatkannya.
Walaupun adanya di ujung dunia// Aku kan ke sana tuk mendapatkannya.
Aduh! Kok malah membahas lirik lagu si Raja Bergitar itu yah?! Atau mungkin saat Rhoma Irama menuliskan syair itu ia juga sedang jatuh cinta pada seorang wanita seperti yang dialami oleh tokoh utama dalam film yang dirilis pada tahun 2013 ini?
Kekurangan pada film ini mungkin terletak pada minimnya konflik yang mampu mengaduk-aduk emosi penonton kala menonton film ini. Bagaimana tidak. Konflik antara Sam dan Birdie Hazel hanya ada pada saat film ini sudah berputar selama 1 jam 11 menit saat Sam diajak Birdie untuk melihat galeri lukisan yang diampunya. Sebelum-sebelumnya, jalan cerita yang ada hanya datar-datar saja. Bagi yang tak biasa dan tak suka menonton, mungkin film ini sudah dihapus dari daftar film yang layak ditonton.
Namun, dibalik segala kekurangan yang ada pada film ini, inilah salah satu rekomendasi saya untuk anda para penulis pemula. Tontonlah film ini. Nikmati alurnya. Seberapa pun menjenuhkan jalan cerita yang ada di dalamnya. Setidaknya, tokoh utama dalam film ini, Sam dan Birdie Hazel, mengajarkan pada kita semua para pencinta, agar berupaya sejauh mungkin mengenal pasangan kita sedalam-dalamnya. Keduanya mengajarkan agar hubungan cinta yang dibangun tidaklah untuk merubah kebiasaan salah satu pihak. Kelebihan dan kekurangan masing-masing pasangan, haruslah diterima sebagai warna saat menjalani hubungan.
Pada diri Sam, kita diajarkan bahwa proses menulis kreatif itu idenya ada di sekitar kita. Tak jauh dari kehidupan kita sehari-hari. Sam dalam film tersebut telah memulainya dengan menuliskan jalan cerita hidupnya saat pertama kali berkenalan dengan Birdie pada sebuah kedai kopi itu. Di kedai itu pulalah, ia menunggu Birdie yang telah dipecat oleh majikannya dan menuliskan jalan cerita itu di sana. Akhir cerita dari novel yang ditulisnya dalam film ini, berada di ujung dari putaran film ini juga. Menarik sekali. Penasaran khan? (*).
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !