Membaca, Toleransi dan Kelompok Islam Blangsak

Jumat, 02 Juni 2017

“Yang paling berbahaya dari menurunnya minat membaca adalah meningkatnya minat berkomentar”.

Demikian cuitan pendiri Pandit Footbal, Zen RS, dalam akun twitter pribadinya. Cuitan Zen RS tersebut tentunya bukan sesuatu yang mengagetkan bila kita memperhatikan fenomena akhir-akhir belakangan ini. Dunia media sosial kita saat ini, dipenuhi dengan ujaran-ujaran kebencian berbau SARA yang berpeluang mengancam keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia.

Media sosial yang pada awalnya menjadi ajang dan ruang untuk bersilaturrahmi dengan sanak saudara, handai dan taulan yang berada di kejauhan, kini menjadi wadah melemparkan segenap sumpah serapah dan caci maki pada tiap orang yang memiliki pandangan berbeda. Entah itu pandangan terkait soal pilihan agama dan politik.

Pilkada DKI Jakarta adalah pematiknya. Majunya Ahok sebagai calon Gubernur DKI menjadi pintu masuk terumbarnya segenap caci maki ke ruang publik. Semakin membesarnya wajah politik identitas juga menjadi penyebab lainnya yang membuat wajah politik kita saat ini jadi tampak coreng moreng.

Entah kita tak tahu apa yang akan terjadI nantinya di tahun 2019. Pada tahun itu adalah tahun digelarnya kembali pesta demokrasi bagi rakyat Indonesia. Kontestasi demokrasi akan semakin memperuncing kembali permasalahan yang sebelumnya muncul dalam kontes pilkada-pilkada lain sebelumnya.

Melihat wajah politik kita saat ini tentunya sangat mengkhawatirkan. Kita sebagai rakyat Indonesia disuguhi oleh tontonan-tontonan yang tak menarik. Isu-isu berseliweran di media sosial yang kadang masih belum jelas juntrungannya. Rakyat dibuat bingung dengan informasi yang bias.

Hal ini menyebabkan kasak kusuk informasi menjadi santapan sehari-hari di warung-warung kopi. Rakyat Indonesia, dari yang pinggiran, kelas menengah hingga elit membicarakan kondisi kebangsaan kita akhir-akhir di tempat yang sesuai dengan kualitas dan isi kantong mereka.

Bagi yang berada pada posisi pinggiran dan rakyat biasa, macam saya ini, pembahasan soal kondisi negara hanya bisa dilakukan sambil leyeh-leyeh di kamar atau di warung kopi dengan ditemani sebungkus rokok kretek dan secangkir kopi susu yang dicecap secara bergantian dengan kawan-kawan lainnya.

Yang kelas menengah, mereka relatif lebih baik dari sisi pemilihan tempat untuk mendiskusikan kondisi kebangsaan saat ini. Mereka biasanya memilih cafe, kedai, atau pun tempat tongkrongan yang sesuai dengan kantong mereka. Kelompok kelas menengah ini bisa dibilang sebagai motor penggerak perubahan. Katanya sih, kelompok ini saat ini sangatlah tinggi prosentasenya. Pemahaman keagamaannya pun sangat kuat. Begitu yang kudengar prihal kelompok kelas menengah ini.

Berbeda lagi dengan kelompok elit yang kerap melakukan diskusi prihal keummatan dan kebangsaan di hotel-hotel berbintang dan mewah. Kelompok elit yang macam ini sangatlah sedikit. Bisa dibilang kelompok ini sangatlah minoritas dalam gerakan pembaharuan Islam.

Namun jangan anda sepelekan. Kelompok ini punya pengaruh yang sangat kuat dengan berbagai fasilitas yang mereka miliki. Selain jaringan yang kuat, tentunya mereka juga ditopang oleh seperangkat finansial yang tak akan pernah ada habisnya. Kelompok inilah yang biasanya membiayai semua gerakan ummat Islam di grassroot.  Kelompok ini adalah kalangan pengusaha muslim atau saudagar muslim yang kaya raya yang mendarma baktikan semua kekayaannya di jalan dakwah.

Ketiga komposisi generasi umat Islam yang dipetakan melalui kelompok kelas dan strata sosial ekonomi ini, semuanya berperan penting dalam mewacanakan pemimpin muslim ideal melalui medium media sosial yang dimiliki. Ketiganya menyuarakan wacana kepemimpinan ideal dalam Islam lewat facebook, twitter, path dan instagram. Tak jarang saat mereka berdiskusi di media sosial, teori-teori klasik hingga kontemporer pun mereka keluarkan.

Ketiga kelompok ini, sebenarnya memiliki bekal yang cukup untuk to lead perception public. Sayangnya, usaha mereka ini terkadang dirisak dan dirusak oleh sekelompok umat Islam yang kerap menggunakan dengkul dibanding otaknya. Kelompok yang berada di garis luar dari yang tiga di atas ini, biasanya tak mampu berdebat dan berdiskusi dengan elegan. Kelompok ini kerap menggunakan otot dibandingkan otaknya.

Mereka kerap sekali melakukan tindakan di luar hukum yang justru merusak citra Islam yang sedang dibangun oleh ketiga kelompok di atas. Aksi-aksi sweping, kekerasan, bahkan melakukan intimidasi dan teror tak luput mereka lakukan demi untuk menunjukkan kuasa dan dominasinya atas pihak lain. Tindakan-tindakan yang demikian, sejatinya tidak malah membuat citra Islam semakin naik dan tinggi di mata public. Melainkan sebaliknya. Citra Islam semakin terpuruk.

Slogan-slogan dan teriakan takbir yang kerap mereka kumandangkan bukannya malah memancing simpati umat beragama lain dan kelompok lain. Melainkan membuat kelompok minoritas merasa ketakutan, terancam dan angker dalam melihat wajah Islam. Wajah Islam yang seharusnya ditunjukkan, dipertontonkan dan disajikan dengan keramahan, kelembutan dan dipenuhi dengan kasih sayang, justru tertindih oleh wajah Islam yang blangsak dan beringasan.

Padahal, bila dilihat dari sisi kuantitas umat Islam yang menginginkan jalan dakwah yang damai dan dipenuhi kelembutan,kelompok yang kerap menggunakan otot dibanding otaknya ini sangatlah sedikit. Mereka senyatanya kalah jumlah dengan umat Islam lainnya yang lebih memilih jalan dakwah dengan kelembutan. Namun, suara mereka yang keras dan nyaring di media sosial, bahkan hingga melakukan tindakan penyisiran pada mereka yang berbeda pandangan dengan kelompok ini, membuat suara dan gerakan kelompok ini tampak semakin nyaring dan bergema.

Tindakan main hakim sendiri dengan alasan aparat hukum lambat dalam menangani setiap perkara, tidaklah dapat menjadi sebuah pembenaran untuk turut pula melakukan pelanggaran hukum. Jika hukum sudah diinjak-injak dan tak dihargai lagi, sepertinya bangsa dan negara ini mesti diruwat dan diruqyah dulu agar kembali sehat seperti semula.

Jakarta, 03 Juni 2017
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Mas Template
Copyright © 2011. SHOFA AS-SYADZILI - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website | Edited by Arick Evano
Proudly powered by Blogger