Hasil Diskusi Online Lingkar Penulis HMI (Sesi I)

Kamis, 08 Juni 2017

Beberapa hari lalu, tepatnya Senin 5 Juni 2017, WhatsApp Grup ‘Lingkar Penulis HMI’ mengadakan diskusi on line bertajuk ‘Ngabubuwrite’. Diksi ini dipilih sebagai penanda agar waktu ngabuburit atau waktu menjelang berbuka puasa dapat digunakan sebaik mungkin untuk belajar dan mendiskusikan hal-hal terkait dunia tulis menulis.  

Kesempatan belajar sambil menunggu waktu berbuka puasa ini mendapat respon yang positif dari anggota grup yang ada di dalamnya. Dalam kesempatan pertama diskusi on line tersebut, kami mengundang penulis buku ‘Berguru Pada Para Pesohor’ dan ‘Para Penggila Buku, Diana AV Sasa. Ia alumnus Universitas Negeri Surabaya dan pegiat literasi yang namanya tak asing di telinga pegiat literasi kota Surabaya. Pada kesempatan diskusi on line yang pertama itu, ia memaparkan materi ‘Menulis Untuk Melawan’, sebuah materi yang sudah kami minta padanya sebelumnya.

Menurutnya, tema yang dipilih sangatlah menarik. Namun, terlebih dulu ia mengajukan pertanyaan pada anggota grup, apa yang hendak dilawan saat kita menulis?. Dan siapa yang mau dilawan oleh seorang penulis dari tulisannya itu?

Pertama, saat kita memulai proses untuk menulis, itu sudah merupakan bagian dari bentuk perlawanan itu sendiri. Yakni, perlawanan terhadap diri sendiri. Saat hendak menulis, kita harus bertarung dengan rasa malas, keengganan, bertarung melawan sempitnya waktu, serta melawan aktivitas-aktivitas lain yang masih membutuhkan perhatian dari kita. Menulis juga bagian dari bentuk perlawanan pada rasa jenuh, dikarenakan aktivitas menulis itu jauh lebih serius daripada sekedar berkomentar di media sosial.

Berkomentar di sosial media, juga termasuk bagian dari menulis dan melawan. Soal medium yang digunakan, kita bisa menggunakan alat tekhnologi yang saat ini jamak dipakai oleh sebagian besar penulis saat ini.

Kedua, jika menulis itu dimaksudkan sebagai sebuah bentuk perlawanan, maka penulis harus bertanya pada dirinya sendiri, apa atau siapa yang dilawan?.Karena tujuan masing-masing orang dalam menulis sangatlah subjektif dan berbeda-beda. Ada sebagian orang yang menulis untuk melawan kebuta-aksaraan, untuk melawan rezim, untuk melawan sejarah yang tidak benar atau bahkan melawan kelompok yang lain. Jadi, menulis untuk tujuan melawan itu sangatlah personal. Akan tetapi sudah banyak dibuktikan, tulisan mampu menjadi alat atau pedang untuk mencapai suatu tujuan.

Tulisan juga ada yang bersifat propagandis. Sehingga sah-sah saja bila sebuah tulisan yang ada dalam sebuah media bertujuan untuk melakukan propaganda. Berdasarkan sejarah, rata-rata pihak yang berkepentingan akan mendanai sebuah media demi memuluskan tujuan yang ingin dicapainya. Misalnya saat menelusuri sejarah Indonesia di masa lalu. Saat itu, ada beberapa media yang mengusung kepentingan bagi kelompoknya. Bisa disebut di sini harian ‘Suluh Indonesia’,  dan Lekra dengan ‘Harian Rakyat’nya. Media-media tersebut merupakan bentukan dari kelompok-kelompok organisasi atau pun partai politik yang bertarung kala itu. Tujuannya jelas. Media-media itu digunakanuntuk melakukan propaganda dan menyampaikan gagasan-gagasan mereka.

Bila melihat media massa saat ini yang memiliki kecenderungan untuk berpihak pada golongan tertrentu, tentu kita tak bisa mencegahnya karena memang itu sudah menjadi fungsi dari media massa. Namun yang perlu diperhatikan adalah penerapan dari etika jurnalistik yang telah disepakati bersama.

Sebagaimana diketahui bersama, media- media massa yang ada di Indonesia, selayaknya memperhatikan kode etik jurnalistik yang mensyaratkan sebuah berita itu harus memiliki keseimbangan informasi dan diterapkannya proses cek and richek. Kalau media-media tersebut mengabaikan hal tersebut, maka itu adalah sebuah kesalahan. Prilaku seperti ini sebenarnya telah membangun jurang atau jalan yang tidak baik. Mungkin, dengan melakukan hal tersebut tujuan dari kelompoknya dapatlah tercapai, tapi tak bisa dipungkiri, tentunya akan ada efek-efek negatif nantinya yang timbul dari pengabaian kode etik jurnalistik. Semisal kesimpangsiuran informasi dan lainnya.

Ada sebuah solusi untuk melawan dominasi media-media mainstream yang sudah banyak ditumpangi oleh kepentingan-kepentingan golongan tersebut. Misalnya menjamurnya genre jurnalisme warga. Prinsip dalam jurnalisme warga itu adalah warga sebagai penyampai berita. Model jurnalistik warga ini lebih on the spot, lebih sesuai dan tidak bisa dibelokkan. Maka munculnya jurnalisme warga ini harus didorong keberadaannya. Tentu kita bertanya, siapa sih yang dimaksud dengan warga?

Warga adalah kita semua. Misalnya HMI memiliki sebuah media, entah itu berupa media online, majalah, pamflet atau koran. Pemberitanya adalah kawan-kawan HMI sendiri yang informasinya itu didapat dari laporan pandangan mata,pengalaman, dan dari apa yang ditemui di sekitarnya.

Jurnalisme warga lebih sesuai dan bermakna daripada media mainstream yang arahnya sudah jelas. Berita yang diperoleh dari hasil jurnalisme warga, bisa menjadi berita atau bahan tandingan bagi berita yang tersebar di media mainstream. Hanya,biasanya jurnalisme warga itu cenderung bersifat lokal. Dan itu tidak apa-apa, karena saat ini semua harus mengarah ke lokal. Tidak seperti apa yang apa yang terjadi di Jakarta ketika pilkada lalu.

Kita semua tahu, bagaimana wajah media kita saat itu. Saat Pilkada daerah lain juga digelar, pemberitaan media-media massa mainstream yang muncul hanya pemberitaan soal pilkada DKI Jakarta saja.Pemberitaan pilkada-pilkada di daerah lain memang ada, tapi porsinya sangatlah kecil. Itulah kemudian yang membuat media massa tampak tidak mendidik masyarakat atau pembaca.Kondisi yang demikian tentunya membuat warga tidak mengetahui perkembangan politik lokal yang ada di sekitarnya, karena pemberitaan di media massa terlalu dijejali oleh pemberitaan yang sifatnya jakartasentris. Dari itu perlu kiranya jurnalisme warga ini didorong oleh kita semua.

Perlu kiranya belajar dari Radio Suara Surabaya. Chanel radio tersebut menerima laporan reportase warga yang mengabarkan informasi terkait apapun. Semisal, laporan warga terkait adanya kecelakaan,kebakaran, pencurian yang itu ternyata mempunyai dampak sangat luas bagi pendengar radio saat mendengar laporan reportase dari reporter Radio Suara Surabaya. Dengannya, masyarakat dapat saling tolong menolong, saling memberi informasi, serta mampu memberi masukan pada pengampu kebijakan di daerah. Itu hanya contoh kecil saja dari beberapa nilai positif terkait adanya jurnalisme warga.

Ketiga, terkait dengan aktivitas membaca dan menulis sebagai upaya untuk memberantas tuna aksara dan pengetahuan. Kita musti ingat, perintah dalam Islam yang pertama kali adalah Iqra’. Pemahaman dasar kita selaku seorang muslim tentunya harus menjalankan perintah itu.

Berdasarkan ayat tersebut, seorang muslim haruslah banyak membaca dan membuat orang disekitar untuk memiliki pengetahuan lebih banyak. Kita tentu percaya, firman Allah tersebut mempunyai maksud dan alasan dari turunnya ayat tersebut. Tentunya Allah berkehendak agar manusia tidak bodoh dan melakukan hal-hal negatif dikarenakan kependekan pengetahuan yang dimilikinya. Pengetahuan yang pendek akan menjerumuskan manusia pada hal-hal yang kurang baik dan kurang benar. Maka dengan keluasan pengetahuan yang dimiliki, manusia akan terbantu menghadapi semua persoalan hidupnya.

Buku-buku dan pengetahuan juga dapat menolong manusia. Dengannya, manusia menjadi banyak tahu dan tidak mudah dibohongi orang serta bisa diterima banyak kalangan. Dengan banyak membaca buku dan belajar, manusia juga dapat membuka banyak pintu atau peluang yang pada awalnya ia pesimis dapat masuk ke sana. Namun, dengan pengetahuan yang dimiliki, manusia bisa lebih mudah mmemanfaatkan peluan yang ada. Dari itu,Rakyat Indonesia haruslah memiliki segudang pengetahuan supaya bisa berdaya dan mengolah hidupnya hingga menjadi manusia yang lebih baik dari sebelumnya serta dapat memberikan manfaat bagi umat, agama, bangsa dan negara.

Ada banyak tokoh yang menjadikan aktivitas menulis sebagai jalan perlawanan. Sebagai contoh, penulis surat pembaca. Jangan keliru dalam memandang keberadaan dari penulis surat pembaca ini. Bisa dibilang, surat pembaca itu amat sangat sakti sekali. Perusahaan mana dan kantor mana yang tidak ketakutan kala nama perusahaannya masuk dalam kolom surat pembaca. Misal, adanya sebuah kisah dari luar negeri yang mengisahkan tulisan dari seorang penulis pada kolom surat pembaca yang mengkritik pemerintahnya. Karena tulisan tersebut ditulis pada kolom surat pembaca, tulisan tersebut akhirnya mendapat respon dari pihak pemerintahnya.
 
Kalau di Indonesia, banyak sekali dampak dari tulisan pendapat warga pada kolom surat pembaca itu. Semisal, adanya kasus Prita. Itu adalah bentuk protes terhadap perlawanan pelayanan rumah sakit. Selain itu ada juga kisah perjuangan dokter di pedalaman Papua yang menulis prihal kondisi kesehatan warga di sana yang jauh dari kata layak. Dokter tersebut menuliskan kondisi di sana sebagai bentuk perlawanan terhadap kondisi dan kenyataan yang terjadi di Papua sana. Dengan alat kesehatan seadanya, dokter tersebut melayani penduduk Papua.

Menulis sebagai bentuk perlawanan juga tak perlu merasa ketakutan bila bersinggungan dengan sahabat karib. Intinya, tulisan kudu dilawan dengan tulisan. Memang banyak kejadian hanya gara-gara sebuah tulisan hubungan perkawanan menjadi renggang. Nah kemudian, bila tulisan dilawan tulisan, maka perbedaan pandangan tersebut diserahkan pada pembaca untuk menilainya. Pembacalah yang memiliki hak untuk bersikap atas perbedaan pandangan antara kita dengan sahabat karib melalui tulisan yang kita tulis.

Terkait dengan bagaimana menjaga konsitensi dalam menulis, solusinya adalah membiasakan diri untuk menulis catatan harian meskipun itu hanya satu paragraf saja. Senior HMI yang sudah memberi contoh dalam menulis catatan harian adalah Ahmad Wahib.

Upayakan agar catatan harian yang kita tulis itu tak hanya berisi soal kegalauan dan kerinduan pada kekasih kita. Melainkan dapat juga berisi soal kemarahan, kegelisahan, impian, kegembiraan, pengalaman hari ini, yang itu semua ada di kepala kita.Macam-macam. Dan itu harus ditulis setiap hari meskipun hanya satu paragraf.

Untuk saat ini,dikarenakan zaman yang telah bergerak begitu cepat, menulis juga tak harus dengan buku dan pena. Keberadaan alat digital memudahkan bagi kita untuk menulis setiap hari. Hal itu bisa dilihat saat kita menulis panjang-panjang di grup WA dan di status facebook. Tulisan-tulisan tersebut itu harusnya dikumpulkan dalam alat aplikasi digital berupa aplikasi notepad yang ada di handphone. Kemudian demi menjaga catatan-catatan tersebut, maka menjadi penting kiranya membackup tulisan-tulisan itu ke dalam email yang kita miliki. Hal ini agar kumpulan tulisan itu dapat terjaga.

Jadi, menulis itu harus setiap hari. Tak ada alasan untuk tidak menulis setiap hari di era saat ini. Karena menilis itu harus terus menerus, sekali saja tidak menulis kita akan kesulitan untuk memulainya kembali.

Begitu juga dengan membaca. Aktivitas membaca juga penting untuk dilakukan setiap harinya. Hal ini demi menjaga ritme agar mudah berkonsentrasi dan cepat masuk dalam buku bacaan yang kita baca. Sekali saja kebiasaan membaca dan menulis itu ditinggalkan, maka kita akan kesulitan masuk dalam jalan cerita dan pemaparan yang ada pada sebuah buku.

Maksud dari menulis catatan harian itu adalah demi merawat bahan yang didapat dari kehidupan yang dijalani setiap harinya. Suatu saat, catatan-catatan harian tersebut dapat bermanfaat saat kita hendak menulis opini, artikel atau pun essay. Catatan-catatan harian itu adalah bahan tulisan yang kelak dapat dipergunakan sesuai dengan apa yang kita inginkan tanpa hal itu kita sadari.

Menulis senyatanya sama dengan menjahit. Karena menulis merupakan aktivitas menjahit beberapa data yang kita miliki, yang bahan-bahan itu didapat dari keseharian kita selama ini.

Tulisan, juga bisa digunakan sebagai alat perang, bisa juga dijadikan sebagai pisau. Tergantung dari kita selaku penggunanya. Apakah sebuah tulisan itu akan digunakan untuk apa, kita sendirilah yang menentukan itu. Beredarnya informasi hoax yang menggunakan tulisan, maka melawannya harus pula dengan menggunakan tulisan. Setidaknya dengan tulisan kita sudah melakukan sesuatu untuk menghadang kerusakan yang tersebar melalui informasi-informasi hoax yang tersebar itu.

Terakhir, jika anda ingin menulis, maka prinsip yang tidak boleh dihilangkan adalah memperbanyak aktivitas membaca. Ibaratnya, makan adalah bagian dari proses membaca, sedangkan menulis itu adalah BAB-nya. Jadi, kalau tidak makan maka tidak akan bisa BAB. Tidak melakukan aktivitas membaca maka tak akan bisa menulis. Membaca bisa apa saja yang ada di hadapan kita. Keberadaan buku berbentuk e-book juga dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin (*).

Jakarta, Jum’at 9 Juni 2017.

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Mas Template
Copyright © 2011. SHOFA AS-SYADZILI - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website | Edited by Arick Evano
Proudly powered by Blogger