LELAKI YANG MENGUSUNG DERITA MANUSIA, SELAMAT JALAN Untuk K.H.R. Ach. Fawaid As'ad

Rabu, 04 Maret 2015

Lelaki yang semenjak umur belasan muda tak bisa lagi mendapat belaian lembut kasih sayang ibunya, selamat jalan

Lelaki yang semenjak umur belasan muda hanya hidup bersama ayah dan saudara, dan merasakan hangatnya kasih ibu dari kakak perempuannya saja,
selamat jalan

Lelaki yang semenjak remaja dilarang ayahnya sekolah ke mana-mana,
selamat jalan

Lelaki yang semenjak kanak tidak boleh jauh-jauh dari ayahnya dan harus melihat bagaimana ayahnya memikul penderitaan dan harapan manusia,
selamat jalan

Lelaki yang sejak ayahnya sakit-sakitan, diminta melanjutkan tugas memikul penderitaan dan harapan manusia,
selamat jalan

Lelaki yang relatif muda telah ditinggal wafat ayah tercinta, bersusah payah melanjutkan tugas ayahnya, selamat jalan

Lelaki yang berharap saudaranya dapat membantu mengusung beban berat tak terkira, selamat jalan
Lelaki yang terengah-engah sendirian mengangkat berat pikulan, karena saudara yang diharap-harap membantunya ternyata meninggalkan,
selamat jalan

Lelaki yang makin sendiri setelah saudari tua pengganti ibunya, yang mengasuh dan menemaninya sejak remaja, pergi untuk selamanya,
selamat jalan

Lelaki yang hatinya menangis sesenggukan, percaya tidak percaya bahwa ia tinggal sendirian, tapi senyum di mulutnya terus mengembang, karena dunia tidak boleh murung oleh hatinya yang murung, 
selamat jalan

Lelaki yang bertahun-tahun memikul ronta, luka, mimpi, dan harapan puluhan ribu manusia, melewati semak-semak berduri, tersayat tajam batuan, mendaki tebing dan melintasi jurang, menembus belantara dan padang sunyi sendirian,
selamat jalan

Lelaki yang menimang-nimang lapar dan dahaga manusia ke mana-mana, dan memukul-mukulkan tangannya ke udara, agar tabung-tabung ketidakadilan pecah, dan kemakmuran tumpah melimpah dan merata, 
selamat jalan

Lelaki yang dituduh menjilat-jilat penguasa dan karam dalam urusan dunia belaka,
selamat jalan

Lelaki yang terpaksa naik kendaraan politik, karena warna hitam jelaga langit harus segera diganti, dan pipa-pipa keadilan yang mampet oleh rongsokan dan sampah harus segera dibersihkan,
selamat jalan

Lelaki yang menggentarkan lawan politik, tapi ditikam dan dipelantingkan kawan sendiri,
selamat jalan

Lelaki yang jatuh terpelanting dan luka, tapi masih diolok-olok dan ditertawakan kawan dan saudara, selamat jalan

Lelaki yang menyembuhkan lukanya sendirian, selamat jalan

Lelaki yang dengan sabar memilih dan merawat kendaraan tua milik ayahnya, karena derita manusia harus diselesaikan dan harapannya perlu diantarkan, selamat jalan

Lelaki yang dianggap menyimpang dari barisan "orang-orang tuhan", dan diteriaki sebagai orang “aneh” yang akan menjerumuskan kehidupan, selamat jalan

Lelaki yang terus difitnah, diejek-ejek, disoraki, ditertawakan, dijadikan “tambang ghiba" yang diurai dan dililitkan ke mana-mana, bahkan oleh sejumlah saudara, tetangga, dan orang-orang yang pernah dipikul ayah atau dirinya, selamat jalan

Lelaki yang terus tersenyum dan mengajari orang-orang lain tersenyum, tidak membalas batu dengan batu, menyambut pukulan dengan pelukan, mengampuni kesalahan lawan dan kawan, serta mendoakan kebaikan mereka, selamat jalan

Lelaki yang berdiri tenang, menyambut, merangkul, dan mengusap-ngusap dada manusia yang sesak oleh amarah, tidak terima dirinya dikoyak dan dinjak-injak, selamat jalan

Lelaki yang selalu berkata bahwa bagaimanapun ia menetak-netak dada kita, ia tetap saudara
Lelaki ... Lelaki ... Lelaki ...Lelaki yang berhati samudera itu kini telah tiada
Seribu tahun pun kita tak bisa lagi bertemu di padang sunyi ini
Senyumnya telah tersimpan di cakrawala dan selama-lamanya tak ‘kan lagi mendamaikan bumi

Lelaki yang sangat mesra, merasakan dan menimang-nimang derita kita, SIAPA ENGKAU SEBENARNYA...? KENAPA AKU LAMBAT MENCINTAIMU SEPENUH JIWA...?

Gerimis air mataku nyaris sia-sia, tidak sebanding dengan deras air matamu menangisi luka semesta
Doa-doaku terbata-bata, tak setakar dengan penderitaan panjangmu memikul nasib kelam bumi dan mengantar anak-anak piatu sejarah dan peradaban ke pintu gerbang kesadaran...Sedekah kami gugup gagap, memandang sedekah jiwa dan ragamu sepanjang usia...Allahumaghfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fu'anhu
Selamat jalan

Walau kuragu, adakah namaku dalam catatan perjalanan cintamu?
Ah... Butanya mataku, tulinya telingaku, batu terjal hatiku...

Zainul Walid


Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Mas Template
Copyright © 2011. SHOFA AS-SYADZILI - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website | Edited by Arick Evano
Proudly powered by Blogger