Hari
ini, tumpas sudah aku menyigi dan menguliti buku karya Agus Rifa’i
yang berjudul “Perpustakaan
Islam ; Konsep, Sejarah dan Konstribusinya Dalam Membangun Peradaban
Islam Klasik”.
Butuh waktu tiga hari untuk menghabisi buku ini. Dengan penggunaan
bahasa yang renyah dan referensi yang berbobot, buku ini membuatku
semakin menyadari besarnya peran Islam dalam membangun peradaban
manusia.
Transformasi
ilmu pengetahuan Yunani melalui penerjemahan karya-karya klasik
Yunani ke dalam Bahasa Arab memberi andil besar dalam perkembangan
Islam menjadi mercusuar peradaban dunia. Penerjemahan, penyalinan,
serta diskusi dan riset dilakukan di segenap perpustakaan di dunia
Islam. Kala itu gairah umat Islam dalam mencari pengetahuan sangatlah
besar. Itu didukung pula oleh sikap Khalifah Harun Al-Rasyid dan
Al-Ma’mun yang sangat gandrung dan cinta ilmu pengetahuan. Hingga
alokasi anggaran dana pun disokong oleh pemerintahan kala itu.
Pembangunan
dan pendirian perpustakaan bertebaran di mana-mana. A. Shalaby
sebagaimana yang dikutip oleh buku ini menandaskan ada sekitar tiga
puluh enam perpustakaan dan seratus toko buku ada di Baghdad sebelum
kota ini hancur leburkan oleh Jenghis Khan dari bangsa Mongol.
Perpustakan-perpustakaan tak hanya menyediakan beberapa buku untuk
dipinjam dan dibaca ditempat, tapi juga memiliki sejumlah
penerjemahan dan melakukan riset yang dilakukan oleh orang-orang yang
dibayar untuk itu.
Buku
ini mendedahkan pula bagaimana deskripsi perpustakaan dan sistem
kerjanya di masa itu selain juga beberapa upaya penghancuran
terhadapnya. Upaya pengkatalogan sudah dilakukan untuk mempermudah
pencarian buku-buku yang hendak dibaca. Untuk tempat teratas dari rak
buku ditempati oleh Al-Qur’an dan tafsir, lalu hadits dan
syarahnya kemudian baru ilmu-ilmu lainnya.
Yang
mengherankan dari pengelolaan perpustakaan di masa itu adalah
disediakannya alat-alat tulis, kertas dan tinta bagi para pengunjung
yang hendak mengambil data yang ada dalam buku di perpustakaan.
Sebuah pelayan yang begitu memanjakan para pengunjung perpustakaan di
masa itu.
Buku
ini juga memberitakan pada pembaca sejarah awal mula berdirinya
perpustakaan di dunia Islam. Mengutip Azami, perpustakaan dalam dunia
Islam berdiri dekade keenam abad pertama hijriah. Tokoh yang pertama
kali mendirikan perpustakaan di masa itu adalah Abd. Hakam bin Amir
bin Abdullah bin Sufwan Al-Jumahi. Perpustakaan yang didirikannya itu
diperuntukkan bagi masyarakat umum serta dilengkapi dengan ruang
bermain. Jadi, bisa dibilang perpustakaan dalam dunia Islam telah
berdiri pada sekitar tahun 50-60 Hijriah pada masa Bani Umayyah ,
tepatnya pada masa Khalifah Muawiyyah bin Abi Sufyan. Namun sejatinya
perpustakaan di masa itu bukanlah perpustakaan umum, tapi
perpustakaan milik perseorangan yang diperuntukkan bagi masyarakat
umum.
Berbeda
dengan penuturan Azami, Mackensen menuturkan bahwa perpustakaan dalam
dunia Islam telah berdiri sejak masa dinasti Bani Umayyah diakibatkan
tradisi penulisan ilmu pengetahuan di kala itu. Dan pemilik
perpustakaan pertama kali saat itu adalah Abu Bakr Muhammad bin
Muslim bin Abdullah ibn Syihab Al-Zuhri. Dialah orang yang pertama
kali menulis beberapa hadits atas perintah Khalifah Umar bin Abdul
Aziz, yaitu pada akhir abad pertama Hijriyah.
Soal
sosok Al-Zuhri ini, Ibn Khalikan dalam kitab Wafiyat Al-A’yan
menjelaskan bahwa Al-Zuhri adalah salah seorang ahli fiqih dan
hadits terkemuka. Dalam kesehariannya hidupnya selalu dikelilingi
oleh tumpukan buku-buku. Kapanpun dan di manapun ia berada, buku
selalu ada di tangannya. Saking cintanya pada buku, tak heran
istrinya sering cemburu karena Al-Zuhri sering menghabiskan waktu
dengan buku-bukunya dibanding dengan dirinya. Pernah dalam suatu
waktu sang Istri berujar “andai saja kamu punya istri tiga,
buku-bukumu inilah yang paling membuat aku cemburu”. Sebuah
kecintaan yang begitu gila diambang batas kewajaran pada sebuah
mahluk yang bernama buku.
Dua
pendapat di atas tentang awal mula berdirinya perpustakaan dalam
dunia Islam tidaklah menjadi rujukan dalam buku-buku sejarah Islam.
Pendapat yang paling masyhur prihal awal mula sejarah perpustakaan
dalam Dunia Islam adalah pendapat yang menyatakan bahwa Khalid Ibn
Yazid-lah sosok pertama yang mendirikan perpustakaan. Pendirian
perpustakaan dilakukannya karena kekecewaannya karena tidak
mendapatkan kursi kekhalifahan. Maka untuk menghibur dirinya, ia
mendirikan perpustakaan yang memiliki koleksi lengkap, besar dan
teratur. Khalid Ibn Yazid inilah yang mendapat julukan Wise Man of
the Family Marwan, lelaki yang bijaksana dari keluarga Marwan.
Pernah
diceritakan dalam suatu kisah, ia pernah mengumpulkan para ahli
filsafat Yunani yang kebanyakan di antara mereka bertempat tinggal di
Mesir. Diundangnya mereka untuk datang menjumpainya. Kemudian Khalid
bin Yazid meminta mereka untuk menerjemahkan karya-karya filsafat
Yunani ke dalam Bahasa Arab. Inilah awal mula kegiatan penerjemahan
dalam dunia Islam.
Nah
selanjutnya, pada kesempatan kali ini saya ingin juga membagi hasil
bacaan saya terhadap buku ini prihal etika dalam peminjaman buku.
Franz Rosenthal telah mengutip pendapat dan tuturan Ibn Jama’ah dan
Al-Almawi prihal etika peminjaman buku. Dalam kitab yang ditulis oleh
dua orang itu, di antaranya dalam kitab Tadzkirat al-Sami’ Wa
al-Mutakallim fi Adab al-Ilmi Walmutakallim dan dalam kitab Mu’id
fi Adab al-Mufid wa al-Mustafid, dijelaskan berkenaan etika
peminjaman buku.
Ada
lima hal yang disebutkan dalam kitab tersebut prihal etika peminjaman
buku. Pertama, Pengguna atau peminjam buku hendaknya tidak
berlambat-lambat mengembalikan buku tanpa alasan yang bisa
dipertanggungjawabkan, dan peminjam harus berterima kasih pada orang
yang meminjamkan. APABILA PEMILIK BUKU MEMINTA UNTUK
MENGEMBALIKANNYA, MAKA PEMINJAM DILARANG MENAHANNYA. Kedua, Buku
pinjaman tidak boleh dipinjamkan pada tangan ketiga (orang lain).
Ketiga, tidak memboleh mencoret-coret atau membuat catatan pada buku
pinjaman tersebut kecuali yang meminjamkan memberi halaman kosong
pada buku tersebut. Keempat, buku pinjaman tidak boleh disalin, baik
sebagian atau keseluruhan bila tiada izin. Kelima, saat mengembalikan
buku tersebut, buku itu harus diperiksa untuk menemukan
catatan-catatan atau benda-benda berharga yang ada di dalamnya.
Saat
menemukan beberapa poin etika peminjaman buku tersebut, saya jadi
teringat pada puluhan buku saya yang masih ada di tangan orang dan
hingga kini belum pulang. Meski berkali-kali kutagih, peminjam masih
saja cuek berlalu menganggap permintaan saya itu angin lalu belaka.
Hadeeeeeeeh........
Surabaya,
04 April 2014.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !