SEJARAH PERPUSTAKAAN DALAM ISLAM DAN ETIKA PEMINJAMAN BUKU

Jumat, 04 April 2014

Hari ini, tumpas sudah aku menyigi dan menguliti buku karya Agus Rifa’i yang berjudul “Perpustakaan Islam ; Konsep, Sejarah dan Konstribusinya Dalam Membangun Peradaban Islam Klasik”. Butuh waktu tiga hari untuk menghabisi buku ini. Dengan penggunaan bahasa yang renyah dan referensi yang berbobot, buku ini membuatku semakin menyadari besarnya peran Islam dalam membangun peradaban manusia.

Transformasi ilmu pengetahuan Yunani melalui penerjemahan karya-karya klasik Yunani ke dalam Bahasa Arab memberi andil besar dalam perkembangan Islam menjadi mercusuar peradaban dunia. Penerjemahan, penyalinan, serta diskusi dan riset dilakukan di segenap perpustakaan di dunia Islam. Kala itu gairah umat Islam dalam mencari pengetahuan sangatlah besar. Itu didukung pula oleh sikap Khalifah Harun Al-Rasyid dan Al-Ma’mun yang sangat gandrung dan cinta ilmu pengetahuan. Hingga alokasi anggaran dana pun disokong oleh pemerintahan kala itu.

Pembangunan dan pendirian perpustakaan bertebaran di mana-mana. A. Shalaby sebagaimana yang dikutip oleh buku ini menandaskan ada sekitar tiga puluh enam perpustakaan dan seratus toko buku ada di Baghdad sebelum kota ini hancur leburkan oleh Jenghis Khan dari bangsa Mongol. Perpustakan-perpustakaan tak hanya menyediakan beberapa buku untuk dipinjam dan dibaca ditempat, tapi juga memiliki sejumlah penerjemahan dan melakukan riset yang dilakukan oleh orang-orang yang dibayar untuk itu.
Buku ini mendedahkan pula bagaimana deskripsi perpustakaan dan sistem kerjanya di masa itu selain juga beberapa upaya penghancuran terhadapnya. Upaya pengkatalogan sudah dilakukan untuk mempermudah pencarian buku-buku yang hendak dibaca. Untuk tempat teratas dari rak buku ditempati oleh Al-Qur’an dan tafsir, lalu hadits dan syarahnya kemudian baru ilmu-ilmu lainnya.

Yang mengherankan dari pengelolaan perpustakaan di masa itu adalah disediakannya alat-alat tulis, kertas dan tinta bagi para pengunjung yang hendak mengambil data yang ada dalam buku di perpustakaan. Sebuah pelayan yang begitu memanjakan para pengunjung perpustakaan di masa itu.

Buku ini juga memberitakan pada pembaca sejarah awal mula berdirinya perpustakaan di dunia Islam. Mengutip Azami, perpustakaan dalam dunia Islam berdiri dekade keenam abad pertama hijriah. Tokoh yang pertama kali mendirikan perpustakaan di masa itu adalah Abd. Hakam bin Amir bin Abdullah bin Sufwan Al-Jumahi. Perpustakaan yang didirikannya itu diperuntukkan bagi masyarakat umum serta dilengkapi dengan ruang bermain. Jadi, bisa dibilang perpustakaan dalam dunia Islam telah berdiri pada sekitar tahun 50-60 Hijriah pada masa Bani Umayyah , tepatnya pada masa Khalifah Muawiyyah bin Abi Sufyan. Namun sejatinya perpustakaan di masa itu bukanlah perpustakaan umum, tapi perpustakaan milik perseorangan yang diperuntukkan bagi masyarakat umum.

Berbeda dengan penuturan Azami, Mackensen menuturkan bahwa perpustakaan dalam dunia Islam telah berdiri sejak masa dinasti Bani Umayyah diakibatkan tradisi penulisan ilmu pengetahuan di kala itu. Dan pemilik perpustakaan pertama kali saat itu adalah Abu Bakr Muhammad bin Muslim bin Abdullah ibn Syihab Al-Zuhri. Dialah orang yang pertama kali menulis beberapa hadits atas perintah Khalifah Umar bin Abdul Aziz, yaitu pada akhir abad pertama Hijriyah. 
 
Soal sosok Al-Zuhri ini, Ibn Khalikan dalam kitab Wafiyat Al-A’yan menjelaskan bahwa Al-Zuhri adalah salah seorang ahli fiqih dan hadits terkemuka. Dalam kesehariannya hidupnya selalu dikelilingi oleh tumpukan buku-buku. Kapanpun dan di manapun ia berada, buku selalu ada di tangannya. Saking cintanya pada buku, tak heran istrinya sering cemburu karena Al-Zuhri sering menghabiskan waktu dengan buku-bukunya dibanding dengan dirinya. Pernah dalam suatu waktu sang Istri berujar “andai saja kamu punya istri tiga, buku-bukumu inilah yang paling membuat aku cemburu”. Sebuah kecintaan yang begitu gila diambang batas kewajaran pada sebuah mahluk yang bernama buku.

Dua pendapat di atas tentang awal mula berdirinya perpustakaan dalam dunia Islam tidaklah menjadi rujukan dalam buku-buku sejarah Islam. Pendapat yang paling masyhur prihal awal mula sejarah perpustakaan dalam Dunia Islam adalah pendapat yang menyatakan bahwa Khalid Ibn Yazid-lah sosok pertama yang mendirikan perpustakaan. Pendirian perpustakaan dilakukannya karena kekecewaannya karena tidak mendapatkan kursi kekhalifahan. Maka untuk menghibur dirinya, ia mendirikan perpustakaan yang memiliki koleksi lengkap, besar dan teratur. Khalid Ibn Yazid inilah yang mendapat julukan Wise Man of the Family Marwan, lelaki yang bijaksana dari keluarga Marwan.

Pernah diceritakan dalam suatu kisah, ia pernah mengumpulkan para ahli filsafat Yunani yang kebanyakan di antara mereka bertempat tinggal di Mesir. Diundangnya mereka untuk datang menjumpainya. Kemudian Khalid bin Yazid meminta mereka untuk menerjemahkan karya-karya filsafat Yunani ke dalam Bahasa Arab. Inilah awal mula kegiatan penerjemahan dalam dunia Islam.

Nah selanjutnya, pada kesempatan kali ini saya ingin juga membagi hasil bacaan saya terhadap buku ini prihal etika dalam peminjaman buku. Franz Rosenthal telah mengutip pendapat dan tuturan Ibn Jama’ah dan Al-Almawi prihal etika peminjaman buku. Dalam kitab yang ditulis oleh dua orang itu, di antaranya dalam kitab Tadzkirat al-Sami’ Wa al-Mutakallim fi Adab al-Ilmi Walmutakallim dan dalam kitab Mu’id fi Adab al-Mufid wa al-Mustafid, dijelaskan berkenaan etika peminjaman buku.

Ada lima hal yang disebutkan dalam kitab tersebut prihal etika peminjaman buku. Pertama, Pengguna atau peminjam buku hendaknya tidak berlambat-lambat mengembalikan buku tanpa alasan yang bisa dipertanggungjawabkan, dan peminjam harus berterima kasih pada orang yang meminjamkan. APABILA PEMILIK BUKU MEMINTA UNTUK MENGEMBALIKANNYA, MAKA PEMINJAM DILARANG MENAHANNYA. Kedua, Buku pinjaman tidak boleh dipinjamkan pada tangan ketiga (orang lain). Ketiga, tidak memboleh mencoret-coret atau membuat catatan pada buku pinjaman tersebut kecuali yang meminjamkan memberi halaman kosong pada buku tersebut. Keempat, buku pinjaman tidak boleh disalin, baik sebagian atau keseluruhan bila tiada izin. Kelima, saat mengembalikan buku tersebut, buku itu harus diperiksa untuk menemukan catatan-catatan atau benda-benda berharga yang ada di dalamnya.

Saat menemukan beberapa poin etika peminjaman buku tersebut, saya jadi teringat pada puluhan buku saya yang masih ada di tangan orang dan hingga kini belum pulang. Meski berkali-kali kutagih, peminjam masih saja cuek berlalu menganggap permintaan saya itu angin lalu belaka. Hadeeeeeeeh........

Surabaya, 04 April 2014.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Mas Template
Copyright © 2011. SHOFA AS-SYADZILI - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website | Edited by Arick Evano
Proudly powered by Blogger