Tepat sebulan sudah aku
mengajar di kampus ini. Ada banyak hal yang bisa kupetik dan
kupelajari dari proses ini. Di antaranya mengulang kembali materi
kejurnalistikan yang dulu pernah didapat saat mengikuti pelatihan
jurnalistik, baik saat ikut di pers kampus ataupun saat di
Bibliopolis dulunya. Buku-buku yang membahas prihal pers, media
massa, serta jurnalisme mulai kubuka lagi. Kubaca. Kusigi
berulang-ulang. Timbul penafsiran baru dari apa yang kubaca. Selalu
dan selalu begitu. Inilah dunia ilmu pengetahuan dengan segala
aspeknya.
Aku tenggelam dalam luasnya
samudera ilmu-Nya. Ada kenikmatan dan kebahagiaan tersendiri saat
memasuki jalan ini. Jalan akademis ini. Meski semua temanku bernafsu
untuk terjun ke ranah politik, cukuplah aku di sini saja. Di manapun
bisa dijadikan medan pengabdian, berjuang untuk meningkatkan
pemahaman akan arti penting dari sebuah pendidikan. Terngiang
kata-kata tokoh pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara, bahwa
tujuan dari pendidikan adalah untuk memanusiakan manusia.
Sampai saat ini, detik ini,
negara ini masih menjadi negara yang tertinggal. Meski angka melek
huruf meningkat, namun angka kejahatan dan kekerasan pun ikutan
merangkak naik. Ada beragam problematika kehidupan berbangsa dan
bernegara yang mengarah pada turunnya penghormatan terhadap
nilai-nilai kemanusiaan. Beribu-ribu mahasiswa tiap tahunnya di
wisuda, namun beribu-ribu pula antrean panjang para penganggur
mengular. Ah..... Ada apa gerangan sampai bisa begitu kenyataan yang
terjadi?Adakah niatan yang salah dari mahasiswa-mahasiswa itu?
Ataukah memang mereka berniat kuliah hanya untuk bisa bekerja? Ah aku
tak mau ambil pusing soal itu. Saatnya aku harus melangkah menuliskan
apa yang aku lakukan kemarin saat mengajar.
Pada minggu keempat kemarin
adalah saat membahas bukunya Pramoedya Ananta Toer berjudul Sang
Pemula. Kelas A, mahasiswa yang bertugas menyampaikan hasil bacaan
terhadap buku itu adalah RM dan NK. Ada catatan buat keduanya dari
saya. Catatan positif. Membaca hasil tulisan keduanya, serta melihat
caranya menjelaskan hasil bacaannya, aku bahagia. Mereka menjelaskan
prihal sejarah hidup Raden Mas Tirto Adhi Soerjo dalam buku itu.
Kekurangannya ada pada karya tulis NK yang tak satupun berisi
paragraf. Sejak awal hingga akhir sebanyak empat halaman berisi
narasi panjang tanpa putus, tanpa jeda.
Aku tak tahu, apakah ini
hasil copy paste-nya dia mengunduh dari internet atau memang hasil
karyanya sendiri. Biarlah nanti aku lacak. Aku paling benci bila ada
mahasiswa yang menggarap tugasnya lalu mengambil data begitu saja di
internet. Bukan apa-apa. Kalau saja mengambil data lalu menyertakan
sumbernya sih sah-sah saja. Tapi kalau ngambil data begitu saja tanpa
menyertakan sumbernya, ini sudah tindakan plagiasi. Apa susahnya sih
menulis hasil bacaan terhadap buku dengan menggunakan bahasa
sendiri?. Dari sisi tulisan aku patut untuk curiga. Tapi dari sisi
penjelasan yang dia sampaikan, aku menilai dia membaca buku yang saya
rekomendasikan untuknya.
Selanjutnya di kelas B.
Inilah kelas yang selalu membuatku semangat. Bukan apa-apa. Dan aku
mohon jangan berpikiran negatif terlebih dulu. Kelas ini sebagian
besar diisi oleh mereka yang punya semangat belajar tinggi. Hasil
pemaparan saudara Ahmad Ruston Ngatik, Uci Nurul Hidayati serta Winda
Puji Astuti atas buku Sang Pemula sangatlah luar biasa.
Ketiganya menjelaskan
bagaimana Tirto Adhi Soerjo semasa hidupnya. Tokoh Pers pertama ini
hampir dilupakan oleh anak bangsa yang diperjuangkannya. Namanya
dikaburkan. Peran dan jasanya berusaha untuk dikuburkan oleh sejarah.
Dan Pram mengangkatnya dari kebisuannya di alam kubur.
Melalui buku Sang Pemula
ini, aku ingin mereka, kalangan mahasiswa ini mengetahui sejarah awal
pers di Indonesia yang digagas oleh Raden Mas Tirto Adhi Soerjo.
Sebagaimana penuturan Pram dalam buku tersebut, Tirto lahir di Blora,
Jawa Tengah pada tahun 1875. Dialah pendiri, penggagas dan perintis
pers Indonesia, Pelopor Kebangkitan Nasional serta Pelopor Gerakan
Emansipasi Wanita. Dari tangannya telah lahir beberapa media yang ia
jadikan sebagai alat perlawanan. Ada beberapa media cetak yang telah
didirikannya. Soenda Berita, Medan Prijaji, Soloeh Keadilan, Poetri
Hindia.
Tujuan Tirto mendirikan
beberapa media cetak itu adalah untuk mencerdaskan rakyat pribumi
serta sebagai alat untuk melawan pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Akibat dari beberapa tulisannya, Tirto pun harus diasingkan, dibuang,
dijauhi dari masyarakat sekitarnya. Bagaimana tidak, dialah jurnalis
pertama yang berani membongkar skandal diturunkannya Bupati Madiun,
Brotodiningrat, oleh JJ. Donner. Skandal ini dikemudian hari dikenal
dengan istilah Skandal Donner. Tidak hanya itu, Tirto juga berani
untuk membongkar kasus Aspiran Kontrolir Purworejo, A. Simon yang
melakukan persekongkolan dengan wedhana dalam mengangkat lurah Desa
Bapangan.
Karena sabetan kata-katanya
itulah tak heran bila Tirto harus diasingkan. Hingga akhirnya pada
tanggal 7 Desember 1918 terdapat iring-iringan kecil yang
mengantarkan jenazahnya ke Mangga Dua Jakarta. Rakyat Indonesia tak
tahu bahwa mayat yang dikuburkan itu adalah sosok pahlawan pers
Indonesia.
Pram menggambarkan kondisi
bagaimana Tirto dimakamkan secara menarik. Lihatlah bagaimana Pram
menuliskannya “ Pada hari suram, tanggal 7 Desember 1918, sebuah
iring-iringan kecil, sangat kecil, mengantarkan jenazahnya ke
peristirahatannya yang terakhir di Mangga Dua, Jakarta. Tak ada
pidato-pidato sambutan. Tak ada yang memberitakan jasa-jasa dan
amalnya dalam hidupnya yang tak begitu panjang. Kemudian orang
meninggalkannya seperti terlepas dari beban yang tak diharapkannya.
Itulah hari-hari terakhir R.M. Tirto Adhi Soerjo”.
Membaca kalimat itu, kita
seakan-akan berada di sana. Menyaksikan suasana pemakaman terakhir
tokoh besar ini yang tanpa apa-apa. Yah... Tokoh besar ini hampir
saja luput dari sejarah perjalanan Republik bila saja tak ada
seorangpun yang menuliskannya.
Kini, tugas generasi muda
meneruskan perjuangannya yang belum usai. Indonesia, negeri yang kita
cintai ini, senyatanya belumlah merdeka 100%.
Surabaya,
28 Maret 2014
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !