CATATANKU SEJARAHKU (VI)

Jumat, 28 Maret 2014

Tepat sebulan sudah aku mengajar di kampus ini. Ada banyak hal yang bisa kupetik dan kupelajari dari proses ini. Di antaranya mengulang kembali materi kejurnalistikan yang dulu pernah didapat saat mengikuti pelatihan jurnalistik, baik saat ikut di pers kampus ataupun saat di Bibliopolis dulunya. Buku-buku yang membahas prihal pers, media massa, serta jurnalisme mulai kubuka lagi. Kubaca. Kusigi berulang-ulang. Timbul penafsiran baru dari apa yang kubaca. Selalu dan selalu begitu. Inilah dunia ilmu pengetahuan dengan segala aspeknya.

Aku tenggelam dalam luasnya samudera ilmu-Nya. Ada kenikmatan dan kebahagiaan tersendiri saat memasuki jalan ini. Jalan akademis ini. Meski semua temanku bernafsu untuk terjun ke ranah politik, cukuplah aku di sini saja. Di manapun bisa dijadikan medan pengabdian, berjuang untuk meningkatkan pemahaman akan arti penting dari sebuah pendidikan. Terngiang kata-kata tokoh pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara, bahwa tujuan dari pendidikan adalah untuk memanusiakan manusia. 
 
Sampai saat ini, detik ini, negara ini masih menjadi negara yang tertinggal. Meski angka melek huruf meningkat, namun angka kejahatan dan kekerasan pun ikutan merangkak naik. Ada beragam problematika kehidupan berbangsa dan bernegara yang mengarah pada turunnya penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Beribu-ribu mahasiswa tiap tahunnya di wisuda, namun beribu-ribu pula antrean panjang para penganggur mengular. Ah..... Ada apa gerangan sampai bisa begitu kenyataan yang terjadi?Adakah niatan yang salah dari mahasiswa-mahasiswa itu? Ataukah memang mereka berniat kuliah hanya untuk bisa bekerja? Ah aku tak mau ambil pusing soal itu. Saatnya aku harus melangkah menuliskan apa yang aku lakukan kemarin saat mengajar. 
 
Pada minggu keempat kemarin adalah saat membahas bukunya Pramoedya Ananta Toer berjudul Sang Pemula. Kelas A, mahasiswa yang bertugas menyampaikan hasil bacaan terhadap buku itu adalah RM dan NK. Ada catatan buat keduanya dari saya. Catatan positif. Membaca hasil tulisan keduanya, serta melihat caranya menjelaskan hasil bacaannya, aku bahagia. Mereka menjelaskan prihal sejarah hidup Raden Mas Tirto Adhi Soerjo dalam buku itu. Kekurangannya ada pada karya tulis NK yang tak satupun berisi paragraf. Sejak awal hingga akhir sebanyak empat halaman berisi narasi panjang tanpa putus, tanpa jeda.

Aku tak tahu, apakah ini hasil copy paste-nya dia mengunduh dari internet atau memang hasil karyanya sendiri. Biarlah nanti aku lacak. Aku paling benci bila ada mahasiswa yang menggarap tugasnya lalu mengambil data begitu saja di internet. Bukan apa-apa. Kalau saja mengambil data lalu menyertakan sumbernya sih sah-sah saja. Tapi kalau ngambil data begitu saja tanpa menyertakan sumbernya, ini sudah tindakan plagiasi. Apa susahnya sih menulis hasil bacaan terhadap buku dengan menggunakan bahasa sendiri?. Dari sisi tulisan aku patut untuk curiga. Tapi dari sisi penjelasan yang dia sampaikan, aku menilai dia membaca buku yang saya rekomendasikan untuknya. 
 
Selanjutnya di kelas B. Inilah kelas yang selalu membuatku semangat. Bukan apa-apa. Dan aku mohon jangan berpikiran negatif terlebih dulu. Kelas ini sebagian besar diisi oleh mereka yang punya semangat belajar tinggi. Hasil pemaparan saudara Ahmad Ruston Ngatik, Uci Nurul Hidayati serta Winda Puji Astuti atas buku Sang Pemula sangatlah luar biasa.

Ketiganya menjelaskan bagaimana Tirto Adhi Soerjo semasa hidupnya. Tokoh Pers pertama ini hampir dilupakan oleh anak bangsa yang diperjuangkannya. Namanya dikaburkan. Peran dan jasanya berusaha untuk dikuburkan oleh sejarah. Dan Pram mengangkatnya dari kebisuannya di alam kubur.

Melalui buku Sang Pemula ini, aku ingin mereka, kalangan mahasiswa ini mengetahui sejarah awal pers di Indonesia yang digagas oleh Raden Mas Tirto Adhi Soerjo. Sebagaimana penuturan Pram dalam buku tersebut, Tirto lahir di Blora, Jawa Tengah pada tahun 1875. Dialah pendiri, penggagas dan perintis pers Indonesia, Pelopor Kebangkitan Nasional serta Pelopor Gerakan Emansipasi Wanita. Dari tangannya telah lahir beberapa media yang ia jadikan sebagai alat perlawanan. Ada beberapa media cetak yang telah didirikannya. Soenda Berita, Medan Prijaji, Soloeh Keadilan, Poetri Hindia.

Tujuan Tirto mendirikan beberapa media cetak itu adalah untuk mencerdaskan rakyat pribumi serta sebagai alat untuk melawan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Akibat dari beberapa tulisannya, Tirto pun harus diasingkan, dibuang, dijauhi dari masyarakat sekitarnya. Bagaimana tidak, dialah jurnalis pertama yang berani membongkar skandal diturunkannya Bupati Madiun, Brotodiningrat, oleh JJ. Donner. Skandal ini dikemudian hari dikenal dengan istilah Skandal Donner. Tidak hanya itu, Tirto juga berani untuk membongkar kasus Aspiran Kontrolir Purworejo, A. Simon yang melakukan persekongkolan dengan wedhana dalam mengangkat lurah Desa Bapangan.

Karena sabetan kata-katanya itulah tak heran bila Tirto harus diasingkan. Hingga akhirnya pada tanggal 7 Desember 1918 terdapat iring-iringan kecil yang mengantarkan jenazahnya ke Mangga Dua Jakarta. Rakyat Indonesia tak tahu bahwa mayat yang dikuburkan itu adalah sosok pahlawan pers Indonesia. 
 
Pram menggambarkan kondisi bagaimana Tirto dimakamkan secara menarik. Lihatlah bagaimana Pram menuliskannya “ Pada hari suram, tanggal 7 Desember 1918, sebuah iring-iringan kecil, sangat kecil, mengantarkan jenazahnya ke peristirahatannya yang terakhir di Mangga Dua, Jakarta. Tak ada pidato-pidato sambutan. Tak ada yang memberitakan jasa-jasa dan amalnya dalam hidupnya yang tak begitu panjang. Kemudian orang meninggalkannya seperti terlepas dari beban yang tak diharapkannya. Itulah hari-hari terakhir R.M. Tirto Adhi Soerjo”.

Membaca kalimat itu, kita seakan-akan berada di sana. Menyaksikan suasana pemakaman terakhir tokoh besar ini yang tanpa apa-apa. Yah... Tokoh besar ini hampir saja luput dari sejarah perjalanan Republik bila saja tak ada seorangpun yang menuliskannya.
Kini, tugas generasi muda meneruskan perjuangannya yang belum usai. Indonesia, negeri yang kita cintai ini, senyatanya belumlah merdeka 100%.

Surabaya, 28 Maret 2014


Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Mas Template
Copyright © 2011. SHOFA AS-SYADZILI - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website | Edited by Arick Evano
Proudly powered by Blogger