AKU BERBEDA MAKA AKU ADA

Rabu, 09 April 2014

Kamu kenapa? Kok sudah berubah?”
Akademisi itu nggak boleh ikut campur persoalan politik Shof!”
Wah sekarang aktif juga di Parpol??”
Sampeyan iki wong muslim, kok malah belani partai sing nggak mihak wong muslim!”

Demikianlah sebagian dari beberapa pertanyaan dan gugatan yang diajukan padaku seusai kusebar permohonan dukungan untuk mencoblos caleg tertentu. Bagiku tulisan ini akan berusaha menjawab semua pertanyaan dan gugatan yang dikirimkan via BBM oleh sahabat, rekan serta senior-seniorku.

Sebuah tulisan tentu tidak lahir dalam ruang hampa, ia tidak tumbuh pula di atas tanah yang kosong. Ada banyak faktor yang melingkupi lahirnya sebuah tulisan. Begitu pula terkait sikap politik yang kuambil berdasarkan pilihan nurani serta sesuai menurut akal sehatku. Dalam menentukan sebuah pilihan, pantang bagiku untuk ikut-ikutan terhadap pilihan orang lain. Pilihan itu harus berdasarkan kehendak pribadiku sendiri yang menginginkan sebuah kebebasan hakiki. Mengutip pernyataan seorang pemikir kelahiran Syiria, Ali Ahmad Said atau akrab dikenal dengan nama Adonis yang berkata “ Manusia yang hilang kebebasannya, maka ia sudah bukan manusia lagi” menjadi rujukan tiap kali aku bersikap dalam soal apapun.

Dari itu, jika kebebasan dalam menentukan pilihan saja sudah dibatasi ruang geraknya oleh orang lain, maka orang-orang itu berusaha untuk mengkerdilkan upaya kita untuk menjadi manusia yang otentik, manusia yang mempunyai kebebasan atas wadag dan pilihannya sendiri. Jangankan atas pilihan terhadap warna politik, terhadap orang yang mau menato kulitnya sendiri saja kita tak berhak untuk melarangnya.

Cobalah membaca sebuah buku karya Dan Brown yang berjudul “ The Lost Symbol” maka di sana akan kalian temui kebebasan sejati yang dimiliki oleh Mal’akh. Keinginannya untuk menato seluruh inci tubuhnya merupakan bentuk penguasaan diri atas cangkang jasmaniahnya. Dan Brown bahkan menuliskan dalam isi buku tersebut bahwa perbuatan menato kulit merupakan pernyataan kekuasaan yang transformatif, sebuah pernyataan kepada dunia : “AKU MENGENDALIKAN KULITKU SENDIRI SEBAB JIWA MANUSIA MENDAMBAKAN PENGUASAAN ATAS CANGKANG JASMANIAHNYA”.

Kebebasan menentukan pilihan adalah hak paling asasi yang dimiliki oleh manusia. Ia tak bisa dilarang dan ditawar. Melarangnya sama saja melakukan proses dehumanisasi terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Tentu sebagai manusia, kita semua tak menginginkan kebebasan yang kita miliki dirampas dihalang-halangi bahkan digugat. Sebab kebebasan sudahlah inheren sejak manusia muncul dan lahir di muka bumi.

Itu pertama. Untuk pertanyaan kedua prihal akademisi tak boleh turut campur dalam persoalan politik, pertanyaan dan pernyataan itu sungguh sangatlah kerdil. Tak tahukah ia, bahwa akademisi juga memikul tanggung jawab tak hanya di ruang-ruang kelas di kampus. Tapi juga memikul beban ke mana arah bangsa ini akan dibawa. Akademisi yang hanya berkutat pada tumpukan-tumpukan buku dan data saja, tanpa ikut pada proses politik dengan mengarahkan rakyat untuk menuju pada perbaikan kehidupan, ia adalah akademisi tukang! Akademisi yang hanya bertugas memberi stempel penyetujuan atas kebijakan negara.

Melalui tulisan ini, saya ingin mengajukan sebuah sikap seperti apa seharusnya peran dari seorang akademisi. Edward Said dalam karyanya Peran Intelektual (Representation of the Intelectual) menyatakan bahwa tugas seorang akademisi atau intelektual adalah meningkatkan kebebasan dan pengetahuan manusia. Ia tidaklah harus selalu berada di menara gading. Ia harus membumi. Ia harus melek pula akan politik. Dalam kasus ini, akademisi atau intelektual haruslah berperan menjadi benteng bagi akal sehat yang kritis terhadap kekuasaan. Edward Said bahkan mencela dan menghina akademisi atau intelektual yang hanya bisa berhias dan berdiam diri melihat realitas sosial yang semakin bobrok.

Tidak ada sesuatu yang bebas nilai, bahkan dalam diri seorang akademisi atau intelektual sekalipun. Bahkan sebaliknya. Seorang akademisi atau intelektual haruslah berpihak, yakni terhadap kelompok lemah yang tak terwakili. Ia harus jeli dan peka terhadap nasib rakyat kecil yang selalu ditindas serta menempatkan diri pada posisi yang sejajar dengan kaum lemah yang tersisih. Tak heran, banyak kalangan akademisi ataupun intelektual yang diasingkan, dibuang, hingga dibunuh. Atas resiko berada di garis oposisi tersebut, aku yakin, kalangan akademisi atau intelektual itu sudah berpikir matang-matang atas sikap yang diambilnya tersebut.

Menurut Edward Said pula, tak ada kalangan yang tak bisa dikritik. Entah itu ulama’ atau penguasa sekalipun. Bagi Said, tak ada dewa yang harus senantiasa dipuja dan dipuji. Jika salah, maka harus berani menyatakan SALAH!. Ada sederet nama akademisi dan intelektual hanya gara-gara prinsip yang diperjuangkannya, ia harus menerima nasib yang menggiriskan. Noam Chomsky misalnya. Siapa yang tak tahu dengan pemikir raksasa dari Amerika Serikat ini. Keberanian yang ditunjukkannya dengan bersuara lantang menolak perang Amerika di Vietnam membuatnya harus dibenci dan dijadikan musuh di negaranya sendiri.

Kritikan Chomsky yang sangat keras pada negara asalnya membuat Presiden Amerika kala itu, Richard Nixon, memasukkannya dalam daftar hitam intelektual yang harus diwaspadai dan diawasi. Terkait perang Palestina-pun Chomsky tak tinggal diam. Meski berdarah Yahudi, dialah yang paling konfrontatif menyerang kebijakan Amerika dan Israel prihal Palestina. Kritikan tajamnya inilah yang harus dibayar mahal olehnya. Ia terisolasi dari pergaulan umum, namun keyakinan dan independensinya tak bisa digoyahkan. Baginya, adakah yang lebih berharga dari pada mempertahankan sebuah prinsip dan keyakinan diri?.

Tak hanya Chomsky, Edward Said pun mengalami hal yang sama. Pemikir kelahiran Jerussalem ini merupakan pemikir Arab yang berani dan tegas menentang pendudukan Israel atas Palestina. Dialah corong bagi rakyat Palestina di pengasingan hingga membuat masyarakat dunia melek terhadap apa yang sebenarnya terjadi di negeri para Nabi tersebut. Meski harus berpisah jalan dengan Yaser Arafat, teman seperjuangannya dulu, ia tetap bergeming. Dianggap rewel, ia tak peduli. Karya-karyanya disita hingga diharamkan untuk membacanya, ia tetap tak bergeming. SELALU MENYUARAKAN SUARA KAUM TERTINDAS! Edward Said pulalah yang berani dan vokal melawan hegemoni para pemikir orientalis yang dengan pemikiran mereka mencoba membuat stigma negatif atas Islam. 
 
Jadi, mengutip pendapat Edward Said dalam bukunya tersebut, bahwa intelektual adalah individu yang dikaruniai bakat untuk merepresentasikan, mengekspresikan, serta mengartikulasi, pesan, pandangan sikap dan filosofinya.

Lalu yang terakhir, inilah sikap yang menurut saya menjadi persoalan pelik bila politik dikaitkan dengan agama. Politik buat saya janganlah dikaitkan dengan agama. Bila melakukan tindakan menarik-narik agama ke dalam wilayah politik, maka yang terjadi adalah agama dijadikan alat untuk kepentingan politik. Ayat-ayat suci dijadikan slogan-slogan kampanye partai politik hingga Tuhan pun tak jarang dibawa serta pula.

Sebuah pilihan politik terhadap caleg non muslim, buat saya pribadi adalah sah-sah saja, senyampang caleg yang bersangkutan berpikiran terbuka, peduli dan menjaga persatuan dan kesatuan Republik. Terutama menjaga serta amanah terhadap pemilih Muslim yang memberikan suaranya padanya. Lagi pula, bukankah persoalan korupsi dan kolusi seorang pejabat itu tidak terkait dengan agamanya bukan?. Sebab saya yakin, agama manapun tak membenarkan umatnya untuk melakukan tindakan kejahatan yang merugikan publik. Termasuk dalam hal ini tindak pidana korupsi.

Nah itulah beberapa alasan mengapa saya bersikap berbeda dengan sahabat, rekan-rekan, dan kawan seperjuangan. Hingga saat saya menuliskan catatan inipun masih banyak yang mempertanyakan alasan saya memasang DP Jokowi di profil BBMku. Ada yang bilang dari partai PKI-lah, Anti Islam-lah, dan sebagainya.Buat saya pribadi, INILAH HIDUP YANG MENYUGUHKAN BANYAK PILIHAN PADA KITA. DAN INILAH PILIHAN SAYA!!!

Anda yang mempunyai pilihan, pandangan serta sikap yang berbeda dengan saya, monggo. Saya tak akan melarang-larang anda, apalagi menggugat pilihan anda. Satu pinta dan harap saya, TENTUKAN PILIHAN ANDA BERDASARKAN NURANI ANDA SENDIRI TANPA MEMINTA ORANG LAIN HARUS MENJADI INI DAN MENJADI ITU. Apalagi mengajukan gugatan pada orang yang berbeda pilihan dengan anda. Wassalam.... MERDEKA!!!!

Surabaya, 09 April 2014 ----Saat Pemilu dilaksanakan!!!
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Mas Template
Copyright © 2011. SHOFA AS-SYADZILI - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website | Edited by Arick Evano
Proudly powered by Blogger