“Akademisi
itu nggak boleh ikut campur persoalan politik Shof!”
“Wah
sekarang aktif juga di Parpol??”
“Sampeyan
iki wong muslim, kok malah belani partai sing nggak mihak wong
muslim!”
Demikianlah
sebagian dari beberapa pertanyaan dan gugatan yang diajukan padaku
seusai kusebar permohonan dukungan untuk mencoblos caleg tertentu.
Bagiku tulisan ini akan berusaha menjawab semua pertanyaan dan
gugatan yang dikirimkan via BBM oleh sahabat, rekan serta
senior-seniorku.
Sebuah
tulisan tentu tidak lahir dalam ruang hampa, ia tidak tumbuh pula di
atas tanah yang kosong. Ada banyak faktor yang melingkupi lahirnya
sebuah tulisan. Begitu pula terkait sikap politik yang kuambil
berdasarkan pilihan nurani serta sesuai menurut akal sehatku. Dalam
menentukan sebuah pilihan, pantang bagiku untuk ikut-ikutan terhadap
pilihan orang lain. Pilihan itu harus berdasarkan kehendak pribadiku
sendiri yang menginginkan sebuah kebebasan hakiki. Mengutip
pernyataan seorang pemikir kelahiran Syiria, Ali Ahmad Said atau
akrab dikenal dengan nama Adonis yang berkata “ Manusia yang hilang
kebebasannya, maka ia sudah bukan manusia lagi” menjadi rujukan
tiap kali aku bersikap dalam soal apapun.
Dari
itu, jika kebebasan dalam menentukan pilihan saja sudah dibatasi
ruang geraknya oleh orang lain, maka orang-orang itu berusaha untuk
mengkerdilkan upaya kita untuk menjadi manusia yang otentik, manusia
yang mempunyai kebebasan atas wadag dan pilihannya sendiri. Jangankan
atas pilihan terhadap warna politik, terhadap orang yang mau menato
kulitnya sendiri saja kita tak berhak untuk melarangnya.
Cobalah
membaca sebuah buku karya Dan Brown yang berjudul “ The
Lost
Symbol”
maka di sana akan kalian temui kebebasan sejati yang dimiliki oleh
Mal’akh. Keinginannya untuk menato seluruh inci tubuhnya merupakan
bentuk penguasaan diri atas cangkang jasmaniahnya. Dan Brown bahkan
menuliskan dalam isi buku tersebut bahwa perbuatan menato kulit
merupakan pernyataan kekuasaan yang transformatif, sebuah pernyataan
kepada dunia : “AKU MENGENDALIKAN KULITKU SENDIRI SEBAB JIWA
MANUSIA MENDAMBAKAN PENGUASAAN ATAS CANGKANG JASMANIAHNYA”.
Kebebasan
menentukan pilihan adalah hak paling asasi yang dimiliki oleh
manusia. Ia tak bisa dilarang dan ditawar. Melarangnya sama saja
melakukan proses dehumanisasi terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Tentu
sebagai manusia, kita semua tak menginginkan kebebasan yang kita
miliki dirampas dihalang-halangi bahkan digugat. Sebab kebebasan
sudahlah inheren sejak manusia muncul dan lahir di muka bumi.
Itu
pertama. Untuk pertanyaan kedua prihal akademisi tak boleh turut
campur dalam persoalan politik, pertanyaan dan pernyataan itu sungguh
sangatlah kerdil. Tak tahukah ia, bahwa akademisi juga memikul
tanggung jawab tak hanya di ruang-ruang kelas di kampus. Tapi juga
memikul beban ke mana arah bangsa ini akan dibawa. Akademisi yang
hanya berkutat pada tumpukan-tumpukan buku dan data saja, tanpa ikut
pada proses politik dengan mengarahkan rakyat untuk menuju pada
perbaikan kehidupan, ia adalah akademisi tukang! Akademisi yang hanya
bertugas memberi stempel penyetujuan atas kebijakan negara.
Melalui
tulisan ini, saya ingin mengajukan sebuah sikap seperti apa
seharusnya peran dari seorang akademisi. Edward Said dalam karyanya
Peran
Intelektual
(Representation
of
the
Intelectual)
menyatakan bahwa tugas seorang akademisi atau intelektual adalah
meningkatkan kebebasan dan pengetahuan manusia. Ia tidaklah harus
selalu berada di menara gading. Ia harus membumi. Ia harus melek pula
akan politik. Dalam kasus ini, akademisi atau intelektual haruslah
berperan menjadi benteng bagi akal sehat yang kritis terhadap
kekuasaan. Edward Said bahkan mencela dan menghina akademisi atau
intelektual yang hanya bisa berhias dan berdiam diri melihat realitas
sosial yang semakin bobrok.
Tidak
ada sesuatu yang bebas nilai, bahkan dalam diri seorang akademisi
atau intelektual sekalipun. Bahkan sebaliknya. Seorang akademisi atau
intelektual haruslah berpihak, yakni terhadap kelompok lemah yang tak
terwakili. Ia harus jeli dan peka terhadap nasib rakyat kecil yang
selalu ditindas serta menempatkan diri pada posisi yang sejajar
dengan kaum lemah yang tersisih. Tak heran, banyak kalangan akademisi
ataupun intelektual yang diasingkan, dibuang, hingga dibunuh. Atas
resiko berada di garis oposisi tersebut, aku yakin, kalangan
akademisi atau intelektual itu sudah berpikir matang-matang atas
sikap yang diambilnya tersebut.
Menurut
Edward Said pula, tak ada kalangan yang tak bisa dikritik. Entah itu
ulama’ atau penguasa sekalipun. Bagi Said, tak ada dewa yang harus
senantiasa dipuja dan dipuji. Jika salah, maka harus berani
menyatakan SALAH!. Ada sederet nama akademisi dan intelektual hanya
gara-gara prinsip yang diperjuangkannya, ia harus menerima nasib yang
menggiriskan. Noam Chomsky misalnya. Siapa yang tak tahu dengan
pemikir raksasa dari Amerika Serikat ini. Keberanian yang
ditunjukkannya dengan bersuara lantang menolak perang Amerika di
Vietnam membuatnya harus dibenci dan dijadikan musuh di negaranya
sendiri.
Kritikan
Chomsky yang sangat keras pada negara asalnya membuat Presiden
Amerika kala itu, Richard Nixon, memasukkannya dalam daftar hitam
intelektual yang harus diwaspadai dan diawasi. Terkait perang
Palestina-pun Chomsky tak tinggal diam. Meski berdarah Yahudi, dialah
yang paling konfrontatif menyerang kebijakan Amerika dan Israel
prihal Palestina. Kritikan tajamnya inilah yang harus dibayar mahal
olehnya. Ia terisolasi dari pergaulan umum, namun keyakinan dan
independensinya tak bisa digoyahkan. Baginya, adakah yang lebih
berharga dari pada mempertahankan sebuah prinsip dan keyakinan diri?.
Tak
hanya Chomsky, Edward Said pun mengalami hal yang sama. Pemikir
kelahiran Jerussalem ini merupakan pemikir Arab yang berani dan tegas
menentang pendudukan Israel atas Palestina. Dialah corong bagi rakyat
Palestina di pengasingan hingga membuat masyarakat dunia melek
terhadap apa yang sebenarnya terjadi di negeri para Nabi tersebut.
Meski harus berpisah jalan dengan Yaser Arafat, teman seperjuangannya
dulu, ia tetap bergeming. Dianggap rewel, ia tak peduli.
Karya-karyanya disita hingga diharamkan untuk membacanya, ia tetap
tak bergeming. SELALU MENYUARAKAN SUARA KAUM TERTINDAS! Edward Said
pulalah yang berani dan vokal melawan hegemoni para pemikir
orientalis yang dengan pemikiran mereka mencoba membuat stigma
negatif atas Islam.
Jadi,
mengutip pendapat Edward Said dalam bukunya tersebut, bahwa
intelektual adalah individu yang dikaruniai bakat untuk
merepresentasikan, mengekspresikan, serta mengartikulasi, pesan,
pandangan sikap dan filosofinya.
Lalu
yang terakhir, inilah sikap yang menurut saya menjadi persoalan pelik
bila politik dikaitkan dengan agama. Politik buat saya janganlah
dikaitkan dengan agama. Bila melakukan tindakan menarik-narik agama
ke dalam wilayah politik, maka yang terjadi adalah agama dijadikan
alat untuk kepentingan politik. Ayat-ayat suci dijadikan
slogan-slogan kampanye partai politik hingga Tuhan pun tak jarang
dibawa serta pula.
Sebuah
pilihan politik terhadap caleg non muslim, buat saya pribadi adalah
sah-sah saja, senyampang caleg yang bersangkutan berpikiran terbuka,
peduli dan menjaga persatuan dan kesatuan Republik. Terutama menjaga
serta amanah terhadap pemilih Muslim yang memberikan suaranya
padanya. Lagi pula, bukankah persoalan korupsi dan kolusi seorang
pejabat itu tidak terkait dengan agamanya bukan?. Sebab saya yakin,
agama manapun tak membenarkan umatnya untuk melakukan tindakan
kejahatan yang merugikan publik. Termasuk dalam hal ini tindak pidana
korupsi.
Nah
itulah beberapa alasan mengapa saya bersikap berbeda dengan sahabat,
rekan-rekan, dan kawan seperjuangan. Hingga saat saya menuliskan
catatan inipun masih banyak yang mempertanyakan alasan saya memasang
DP Jokowi di profil BBMku. Ada yang bilang dari partai PKI-lah, Anti
Islam-lah, dan sebagainya.Buat saya pribadi, INILAH HIDUP YANG
MENYUGUHKAN BANYAK PILIHAN PADA KITA. DAN INILAH PILIHAN SAYA!!!
Anda
yang mempunyai pilihan, pandangan serta sikap yang berbeda dengan
saya, monggo. Saya tak akan melarang-larang anda, apalagi menggugat
pilihan anda. Satu pinta dan harap saya, TENTUKAN PILIHAN ANDA
BERDASARKAN NURANI ANDA SENDIRI TANPA MEMINTA ORANG LAIN HARUS
MENJADI INI DAN MENJADI ITU. Apalagi mengajukan gugatan pada orang
yang berbeda pilihan dengan anda. Wassalam.... MERDEKA!!!!
Surabaya,
09 April 2014 ----Saat Pemilu dilaksanakan!!!
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !