CATATANKU SEJARAHKU

Minggu, 09 Maret 2014

Kemarin adalah hari pertamaku mengajar mata kuliah Jurnalistik di kampus. Sepuluh menit sebelum waktunya aku sudah ada di depan kelas. Sepi. Kulihat kelas masih kosong melompong. Hanya ada satu mahasiswa di dalamnya. Kucoba untuk berbasa-basi dengannya. Menanyakan namanya, asal usulnya, hingga jurusan yang dia pilih di kampus. Dia adalah salah satu mahasiswa yang akan mengikuti mata kuliah yang kuampu.

Alif Putra Isnaya namanya. Mahasiswa ini awalnya adalah mahasiswa jurusan Tafsir Hadits, namun pada semester kali ini, ia pindah jurusan dikarenakan pada jurusan Tafsir, mata kuliahnya sulit-sulit. Begitulah alasannya yang diceritakan padaku. Aku mendengarnya sambil manggut-manggut saja. Bukan apa-apa, di Fakultas Ushuluddin, sudah bukan hal yang mengherankan bila ada sebagian mahasiswa yang pindah jurusan. Hal ini disebabkan, karena kebanyakan mahasiswa Ushuluddin adalah mahasiswa lemparan. Mahasiswa yang tidak lulus sesuai dengan pilihannya, biasanya ia akan dilempar ke Ushuluddin. Itulah sebabnya, Fakultas Ushuluddin disebut sebagai Fakultas lemparan, fakultasnya orang-orang yang tersesat.

Sebagai mahasiswa yang dulunya lahir dari Ushuluddin, kadang saya berontak dengan julukan tersebut. Bagi saya, fakultas ataupun jurusan, bukanlah penentu sukses tidaknya seseorang di masa depan. Semuanya tergantung pada pribadi mahasiswa tersebut saat berproses di bangku kuliah. Mampukah ia memanfaatkan waktunya yang hanya empat tahun untuk berdinamika mengikuti proses yang ada di kampus. Tak hanya di dalam kelas, ia pun harus kerap mengikuti diskusi-diskusi, seminar-seminar yang diadakan di kampus. Sebab dengan begitulah ia akan berhadapan dengan banyak orang, banyak pemikiran yang tentu berbeda dengan pemikirannya. Dimulai dari sinilah biasanya, ia akan menemukan banyak teman baru di luar teman kelasnya. Dan menurut saya, teman baru dari lain fakultas dan jurusan adalah teman diskusi yang mengasyikkan nantinya.

Dulunya aku memang menemui kekecewaan saat kuliah di kampus ini. Kecewa karena sebagian dosennya yang menurut saya tidak memenuhi standar kualitas dalam praktik mengajarnya. Terkadang, aku temui dosen yang sangat anti kepada kritik dari mahasiswanya. Bila ada mahasiswa yang berbeda pendapat, maka seketika itu juga karakternya dibunuh. Bila sudah menemui dosen yang seperti ini, kata-kata Soe Hok Gie kembali mengiang-ngiang di telingaku “Dosen yang tak mau dikritik, lebih baik dibuang ke tong sampah”.

Hanya ada satu dua dosen yang kapasitas keilmuannya mumpuni dalam bidangnya. Bila sudah ketemu dengan dosen yang seperti ini, maka aku semangat betul saat mata kuliahnya. Aku perhatikan dosen yang begini ini, biasanya ia kutu buku. Selalu membaca buku-buku terbaru sehingga informasinya selalu up date.  Dan aku pun harus begitu nantinya saat mengajar. Selalu membaca. 

Kekecewaan karena menemui kenyataan akan kapasitas keilmuan pengajarnya yang tidak mumpuni inilah yang menyebabkan aku mengasingkan diri dari kawan-kawanku. Aku lebih sering bergaul dengan buku-buku, koran, majalah dan berbagai seminar-seminar yang diadakan. Dari sanalah aku berani berdialektika dengan siapapun. Aku tak kuatir bila berhadapan dengan mahasiswa-mahasiswa dari kampus excelent yang ada di Surabaya. Bagiku, mereka dan saya adalah sama. Sama-sama manusia, sama-sama makan nasi. Soal keilmuan mana yang lebih banyak mengkonsumsi informasi dan pengetahuan. Itu saja.

Aku sebenarnya kuatir menerima mata kuliah jurnalistik ini. Bukan karena apa, aku takut ada sebagian dosen senior yang merasa ceruk nasinya aku ambil. Padahal aku mengajar karena diminta, bukan mengajukan diri. Dosen-dosen senior itu mungkin juga meremehkan kemampuanku mengampu mata kuliah jurnalistik ini. Namun tak apalah. Dengan begitu aku makin memompa diri dan menunjukkan pada mereka bahwa aku bisa. Bagiku, tak ada perbedaan antara dosen biasa dan dosen luar biasa. Yang membedakan mungkin hanya soal usia pengabdian saja. Soal kemampuan tergantung dari seberapa banyak ia menyerap dan mencari informasi dari berbagai bacaan dan literature.

Maka saat semua mahasiswa sudah memasuki kelas, mulailah aku memperkenalkan diri. Aku sebut namaku pada mereka semua. “Namaku Muhammad Shofa. Kalian boleh panggil saya Shofa, boleh panggil saya mas atau kakak, asal jangan panggil saya Bapak”. Aku coba untuk mengikuti gaya Soe Hok Gie saat memperkenalkan dirinya di hadapan Mahasiswa Fakultas Sastra UI. Gaya mengajar yang menunjukkan tak adanya sekat antara mahasiswa dan dosennya.

Mulailah aku menjelaskan prihal arah dari mata kuliah yang kuampu. Fungsinya, tujuannya dan target dari diberikannya mata kuliah jurnalistik. Aku jelaskan semuanya agar mereka tahu dan mengerti bahwa mata kuliah ini bukanlah seperti mata kuliah lainnya yang hanya berbasiskan teori semata. Aku suntikkan mereka, mahasiswa-mahasiswi itu dengan mengutip perkataan dari Pram, Malala Yousafzai, Iqbal Masih dan lainnya akan pentingnya pena atau tulisan sebagai alat untuk melawan.

Aku tekankan pula pada mereka bahwa Jurnalistik tak hanya berkaitan dengan media cetak saja, namun segala sesuatu yang berkaitan dengan proses pemberitaan segala media. Baik televisi, radio, koran, buku, dan film adalah termasuk bagian dari pada jurnalistik. Aku ingin mereka, para mahasiswa ini benar-benar memanfaatkan segala hal yang berkaitan media.
Ada memang sedikit kekecewaan karena keterlambatan masuk ke dalam kelas yang melebihi batas waktu yang saya tolerir. Namun bagiku karena ini adalah hari pertama, aku biarkan saja terlebih dahulu. Di sesi akhir dari mata kuliah ini, aku berharap pada mereka untuk minggu depannya agar tak terlambat lagi. Batas waktu minimal keterlambatan adalah 5 menit. Yah... Budaya jelek kampus ini ternyata masih ada.

Yah inilah catatan pertamaku saat mengajar di hari pertama di kampus tempatku dulu ditempa. Ada kenangan yang terlintas saat aku dulu duduk di bangku yang saat ini diduduki oleh mahasiswa-mahasiswa ini. Kenangan-kenangan itu kini ibarat diputar ulang oleh Sang Pemilik Kehidupan.

Surabaya, 7 Maret 2013.

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Mas Template
Copyright © 2011. SHOFA AS-SYADZILI - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website | Edited by Arick Evano
Proudly powered by Blogger