SECUIL CERITA DARI BALINESE CAMP IV (Bagian III)

Jumat, 14 Juni 2013

To Bang Iboy dan Kak Shofa


Thanks a lot for the lesson pray for us. Later, we can reach our purpose..!!Bali Harmonis..! Amien


Inilah kesan ketiga yang dituliskan melalui secarik kertas putih kecil ditujukan padaku dan Iboy. Aku terkesan pada siapapun kalian yang menulis akan tulisan di atas. Bukan apa-apa.Dari tulisan itu ada semangat yang menggelora untuk mewujudkan mimpi-mimpi kalian menjadi kenyataan. Jangan takut untuk bermimpi karena dunia ini dibangun di atas mimpi.


Tulislah mimpi-mimpi kalian di atas langit-langit harapan. Di sana akan kalian temui bahwa mimpi akan menuntun tangan kalian kemudian mengajak berdansa pada lengkung pelangi. Sungguh zaman ini sudah berbeda seperti saat zaman orde baru dulu. Di mana hanya untuk sekedar bermimpi saja kita dilarang. Maka rubahlah cara berpikir kalian dari sekarang. Serta upayakan memahami dengan cermat mantra yang sering diucapkan oleh Brian Tracy dengan “change your thinking, change your life“.


Yaaah. Pikiran memang tidak bisa disumbat, dipangkas, dipenggal,apalagi dikubur hidup-hidup. Ia akan terus berjalan dari kepala satu pada kepala lainnya. Dibisikkan dari telinga satu ke telinga lainnya dengan bisikan yang membawa semangat perjuangan dan perubahan. Keinginan untuk mewujudkan tempat kelahiran kita semua menjadi “Bali Harmonis” adalah cita-cita mulia. Tentu itu harus kita dukung dan wujudkan untuk menjadi sebuah kenyataan yang bisa dinikmati. Lalu bagaimanakah caranya?


Selayaknya sejarah hubungan yang pernah terjalin harmonis antara umat Muslim, Yahudi serta Nasrani dari tahun 750-1492 M di Andalusia menjadi sebuah replica yang harus diwujudkan kembali. Sebagaimana diketahui, pada masa-masa itulah Andalusia menjadi objek dari penelitian para aktivis agama-agama. Tak heran, periode peradaban Andalusia pada masa itu di sebut sebagai periode Madinah jilid dua.


Di sana bisa dilihat mesranya hubungan itu dari persahabatan dua tokoh berbeda keyakinan, yaitu Ibn Rusyd dan Maimonedes. Pada persahabatan keduanyalah sempat melahirkan pemikiran yang mencerminkan titik temu filsafat ketuhanan. Dalam suasana menyejukkan seperti inilah yang biasanya akan melahirkan peradaban tinggi dan unggul.


Kita semua tentunya berharap, hal itu lahir dan berawal dari Bali. Berawal dari pulau yang kaya akan keragaman ini. Namun, mungkinkah itu bisa menjadi kenyataan saat di negeri ini, agama masih menjadi sumber konflik antar umat beragama?. Saat masih banyaknya kasus-kasus kekerasan atas nama agama kerap terulang, pelarangan melakukan ibadah hingga penusukan terhadap penganut agama lain?


Pulau ini (Bali) punya modal yang sangat besar untuk membangun peradaban tinggi dan unggul.Modal itu adalah keragaman etnis, agama, budaya dan bahasa.Unsur-unsur itu bila dikelola dengan baik, maka bukanlah mustahil,tesis yang dikatakan oleh Fazlurrahman bahwa kemajuan dan kebangkitan Islam berawal dari Indonesia, bisa terwujudkan.


Maka tak adal solusi yang layak untuk diajukan selain menghilangkan kata intoleransi dalam pagelaran sejarah umat manusia, khususnya di Bali ini. Hilangkan pula teologi kebencian dalam masing-masing agama, sebab itulah yang menyebabkan umat beragama menghunus pedang, saling bunuh antar sesama.



Ideologi perang salib yang dulu pernah ada, sudah sepantasnya dikubur dalam-dalam. Jangan lagi terulang konflik antar umat beragama sebagaimana yang lalu-lalu itu. Kubur semua kenangan kelam di Poso,Ambon, Maluku demi membingkai Indonesia menjadi kota Madinah jilid tiga. Impian itu akan jadi kenyataan bila umat Muslim melakukan pembaharuan dan perubahan dari dalam, karena itulah langkahs emestinya yang harus dilakukan.



Akan tetapi ajaran normatif dalam kitab suci ituterkadang atau bahkan sering menjadi fosil yang membatu. Penganut agama masih belum bisa membedakan mana agama sebagai sebuah produkdari Tuhan, dan agama sebagai sebuah produk penafsiran manusia.Selama ini yang tampak dipermukaan adalah agama sebagai sebuah paham keagamaan yang begitu kuat mengakar dalam keyakinan. Hingga tak jarang, bila ada paham keagamaan yang berbeda, merk kafir dan sesat biasanya akan disandang bagi siapapun yang mencoba menawarkan perspektif berbeda dengan orang kebanyakan. Inilah yangmenyebabkan Islam terkesan eksklusif, tertutup dan anti pembaharuan.



Apakah kalian mau Islam menjadi eksklusif layaknya mereka-mereka yang membawa Islam dengan pedang, pentungan, dan darah?. Tentu dengan tegas kita jawab : TIDAK!!! Karena Islam Bali tidak seperti itu…!!!!


Surabaya,07 Mei 2013

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Mas Template
Copyright © 2011. SHOFA AS-SYADZILI - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website | Edited by Arick Evano
Proudly powered by Blogger