SECUIL CERITA DARI BALINESE CAMP IV (Bagian. II)

Jumat, 14 Juni 2013

To :Mas Shofa
Mas,pengen belajar sama kamu, menarik lho. S1-nya Filsafat, S2-nya Pemikiran Islam. Pengen belajar jurnalistik juga

Dingin kota Batu menusuk tulang saat jelaga jubah malam menyelimuti semesta. Bintang dan bulan kulihat tersipu malu bersembunyi di balik awan. Sinarnya sangat bias sebelum angin datang mengusir awan dari pintu bulan dan bintang.

Kuambil sebatang rokok lalu menyalakannya untuk melawan dingin yang mulai tak bisa kutahan. Aku akui. Aku laki-laki yang tak kuat menahan dingin. Menggigil aku dibuatnya. Sebatang, dua batang hingga berbatang-batang puntung rokok telah kubuang. Namun dingin malam tak jua menghilang.I a tetap menyerang saat aku menyampaikan pesan kedamaian.

Pesan demi pesan kusampaikan pada mereka yang hadir dan duduk khusu’mendengarkan uraian. Dari Tan Malaka, Bung Karno, Leo Tolstoy,Michael Angelo hingga Habiburrahman el-Shirazi. Aku mungkin sudah dikutuk sebagai seorang agitator dan propagandis yang mengajak mereka untuk selalu menyuarakan kebenaran.

Ada sekitar enam puluh lebih peserta, baik pria dan wanita yang sebagian besar dari mereka adalah kalangan mahasiswa. Mereka datang dari beragam kampus di Jawa Timur. Ada yang dari Ikatan Mahasiswa Dewata Surabaya, Ikatan Mahasiswa Dewata Malang, Teruni Bali Probolinggo, Super Cuex Situbondo, Asosiasi Krama Bali Malang hingga Himpunan Mahasiswa Muslim Bali Jember. Kesemua-muanya datang dengan membawa satu tujuan mulia. Tujuan yang digagas dan dirangkum dalam tema besar “Membongkar Sejarah dan Menggagas Ide Untuk Langkah Progresif Al-Maidah“.

Sebagai organisasi kemahasiswaan daerah, tentu kami ingin memberia rti bagi tanah kelahiran kami. Tanah di mana kami dibesarkan. Tanah di mana jauh beberapa tahun sebelum kaum imperialis menginjakkan kaki di tanah kami, nenek moyang kami sudah ada dan menghirup udara kebebasan. Tanah itu adalah tanah surga sebagaimana dikatakan oleh Miguel Covarrubias.

Bali. Di atas tanah itulah kami berdiri. Menjalani hidup dan kelak akan membangunnya. Kami, mahasiswa muslim Bali yang menjalani studi di Jawa Timur bukanlah warga pendatang sebagai mana yang digembar-gemborkan oleh intelektual dan cendikiawan salon yangs elama ini terus menerus mewacanakan Ajeg Bali. Wacana ini memang masih dalam perdebatan panjang di antara kalangan intelektual Bali.
Kata Ajeg Bali ini adalah bahasa Bali yangbermakna kokoh, tegak, tegar,kekal, kencang, kuat dan stabil.1Didalamnya mengandung pesan akan kemawasan untuk menjaga dan melindungi Bali dari berbagai serbuan. Tidak hanya budaya luar, bahkan manusia luarpun harus diwaspadai. Sebuah kewaspadaan yang berlebihan menurutku.

Wacana ini timbul sebagai akibat dari ledakan Bom Bali di Legian, 12 Oktober 2002 silam. Kata ini semakin membuat gelisah kami, kalangan mahasiswa muslim Bali yang menempuh study di Jawa Timur. Sebagai agen of change dan agen of social control tentu wajar jika kami turut menyumbangkan pemikiran kami melalui organisasi yang kami bentuk pada 29 Maret 2009 di Surabaya dengan nama Himpunan Mahasiswa Muslim Bali (HIMAMBA).

Tujuan dari terbentuknya organisasi ini adalah sebagai upaya untuk mewujudkan Bali harmonis, damai, dan tidak terjebak pada fanatisme golongan dan agama. Sebab Bali tidak hanya terdiri dari mereka yang beragama Hindu saja, tapi ada juga pemeluk Islam, Kristen dan Budha. Beragam pemeluk agama ini sudah sejak lama berada dan tinggal di Bali. Jadi, sudah sejak dulu Bali berpenduduk heterogen.

Aku terkadang nyinyir juga saat berkenalan dengan orang dan kusebut asalku dari Bali. Mereka rata-rata kaget. Muslim? Ya...!! Tegasku. Emang di Bali ada ya orangMuslim? Busyet..!!! Ada bos..!!! Kenapa orang luar selalu mempersepsi Bali identik dengan Hindu? Apa yang salah ini?. Begitu selalu tanyaku. Setelah aku analisa, aku mengambil kesimpulan. Kitalah yang salah!!! Kitalah tidak tanggap sebagai orang Muslim mengenalkan budaya masyarakat Islam di Bali pada khalayak. Dengan cara apa dong?.Menulis..!!!

Tulislah budaya masyarakat Muslim Bali yang ada di Loloan, Kepaon, Pegayaman dan kantong-kantong wilayah Bali yang ada warga muslimnya. Entah kau tulis dengan gaya cerpen seperti cerpennya Edi H.Iyubeyu yang berjudul Ojung, atau seperti Mata Blater-nyaMahwi Air Tawar. Kalau tak bisa, tulislah budaya Muslim Bali dengan gaya puisi, opini, features atau novel sekalipun Intinya, tulislah budaya masyarakat Muslim Bali yang ada disekitarmu...!!

Akupun meneguhkan diri untuk tugas akhir kuliahku,thesisku, aku akan mengangkat tentang budaya Muslim Bali yang menunjukkan toleransi antar umat beragama. Kalau Clifford Geertz mempunyai karya yang menjadi rujukan tentang Islam lokal Jawa denganThe Religion of Java-nya,atau Mark R. Woodward dengan IslamJ awa-nya. Maka aku harus mengangkat kepermukaan tentang ISLAM BALI..!!!

Aku harus mulai menelusuri sejarah awal masuknya Islam ke Bali. Dari mana, dengan cara apa, siapa tokoh-tokohnya, dan budaya keberagamaannya. Itulah yang menyebabkan aku harus berbuat sebagaimana dikatakan oleh Abdul Karim Abraham dalam makalahnya dengan istilah “Minoritas yangBerarti“. Minoritas yang tak terbungkam. Minoritas yang mencoba melukis dunia tentang Bali yang majemuk, heterogen dan harmonis. Aku hanya mengikuti jalan para penulis sebelumnya yang pernah memugar dunia dengan kata. Kata yang begitu menjejalkan magisnya pada otakku.

Pram selalu menghardikku dengan suaranya yang parau “Menulislah. Sebab kalau kau takmenulis kau akan dilupakan masyarakat dan digilas sejarah“. Al-Ghazali bahkan sambil mengelus kepalaku dia berbisik “Jikakau bukan anak seorang Raja, bukan anak seorang penguasa, menulislah“. Karena menulis adalah kerja untuk keabadian.

Sedikit banyak, filsafat mengubah cara berpikirku. Mengubah caraku dalam memandang persoalan. Hingga akhirnya filsafat mengajarkan aku untuk menjadi bijaksana dan bijaksini. Dengan filsafatlah aku akan berusaha menggapai mimpi sebagaimana dikatakan oleh Karl Marx bahwa“ Filsafat tidaklah hanya menggambarkan dan mendeskripsikan dunia saja. Tapi filsafat harus juga bisa merubah dunia“

Demikian secuil cerita dari Balinese Camp IV di bagian kedua ini.Semoga ini bi
sa menjadi pelecut buat adik-adik untuk menulis tentang apa saja. Catatan harian, cerpen, semua-muanya. Tulislah. Bli akanselalu ada buat kalian semuanya.

Surabaya,06 Mei 2013 Pukul 20.10 wib

1Ngurah Suryawan, Sisi di Balik Bali : Politik Identitas, Kekerasan dan Interkoneksi Global (Denpasar : Udayana University Press, 2012), 70.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Mas Template
Copyright © 2011. SHOFA AS-SYADZILI - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website | Edited by Arick Evano
Proudly powered by Blogger