Hari ini menjadi hari yang menyenangkan. Itu semua karena braimstorming Bli Sofa.
Sabtu,4 Mei 2013 hari yang melelahkan buatku. Setelah semalam sebelumnya mengais rupiah di antara keramaian Surabaya. Pagi hari, tepat jam 07.30 wib, aku harus
melangkahkan kakiku menuju kampus guna mengikuti kuliah sebagaimana biasa. Jum’at-Sabtu di tahun ini memang hari-hari yang melelahkan. Selain kuliah dan kerja,biasanya pada dua hari itu aku tak mau untuk menjadi narasumber baik di pelatihan-pelatihan komisariat atau dimanapun. Karenad ua hari itu memang aku khususkan untuk jadwal kuliah yang begitu padat, tak jarang waktu yang sedikit, aku gunakan untuk barang sejenak memejamkan mata
Bagaimana tidak lelah.Tiap hari Jum’at jadwal kuliahku dimulai pukul 12.45 (ba’da sholat jum’at) hingga pukul 20.30 wib. Seusai kuliah aku langsung meluncur ke tengah-tengah kota hingga pagi hari menjelang pukul 04.30 wib baru pulang ke kos. Itupun tak langsung tidur, tapi malah membaca buku atau sekedar menulis apa saja yang memang layak untuk ditulis.
Sabtu pada tanggal 4Mei itu, seusai kuliah pukul 13.42 wib aku langsung tancap gas menuju terminal Bungurasih untuk menuju Songgoriti Batu Malang. Panas terik sinar matahari,membuat air peluh membasahi sekujur tubuhku. Namun itu tak menyurutkan niatku untuk menghadiri acara “Balinese Camp IV“ yang diadakan oleh adik-adik Aliansi Mahasiswa Islam Dewata Jawa Timur (ALMAIDAH).Jum’at-Sabtu yang merupakan hari khusus untuk kuliah, terpaksa aku langgar sendiri. Selain karena diminta untuk menjadi salah satu pemateri dalam acara ini, aku juga ingin bersilaturrahmi pada teman-teman mahasiswa Bali se-Jawa Timur setelah dua tahun sebelumnya aku tak pernah mengikutinya.
Surabaya-Malang. Jarak yang lumayan jauh, pikirku. Akan banyak waktu senggang saat perjalanan itu yang tak boleh aku biarkan berlalu begitu saja.Seperti biasa saat-saat melakukan perjalanan jauh, buku adalah barang wajib yang harus kubawa. Enam buah buku akhirnya menjadi penghuni tas hitamku. Bung Karno vs Kartosuwiryo-nya Roso Daras, Intifadhah-nya Jehad Rajbi, Aksi Massa-nya Tan Malaka, Islam Sebagai Tertuduh-nya Akbar S.Ahmed, Novel Kim-nya penulis peraih Nobel Sastra Rudyard Kipling serta buku yang selalu kubawa ke mana-mana, Nietzsche-nya ST.Sunardi.
Selama perjalanan itu,aku cipta ruang pribadi di atas bis. Keramaian penumpang, bau peluhnya serta nyanyian pengamen jalanan menjadi santapan siang yang harus kunikmati. Inilah wajah Indonesiaku. Wajah yang kusut, muram, lecek. Padahal kemerdekaan sudah sekian lama diraih. Tapi cita-cita luhur pendiri bangsa tak jua terwujud. Adakah yang salah dalam pengelolaan negeri ini?. Aku tak tahu. Yang kutahu, kemiskinan semakin nampak dimana-mana. Ibarat lagunya Rhoma Irama, yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin.
Di atas bis itulah aku melihat gambaran masyarakat yang dikatakan oleh Bung Karno dengan istilah “masyarakat mati”, “masyarakat bangkai”, “masyarakat yang bukan masyarakat”. Masyarakat yang tidak tahu bahwa mereka dimiskinkan oleh penguasa. Masyarakat yang sengaja ditutup ruang-ruangnya dalam mencari pengetahuan. Masyarakat yang kedua matanya ditutup hidup-hidup.
Padahal mereka punya hak untuk hidup sejahtera di atas bumi pertiwi. Punya hak berpendidikan yang tinggi. Punya hak memperoleh layanan kesehatan yang memadai. Lagi-lagi aku ajukan tanya pada kau, wahai penguasa negeri, bagaimana ini semua bisa terjadi??.Haruskah kucari jawabnya pada desiran angin yang masuk pada sela-sela jendela bis kota? Atau pada hijaunya pohon yang membentang dari Pandaan, Purwodadi, Purwosari hingga Malang? Atau jangan-jangan kau sengaja membiarkan mereka menjalani hidup seperti itu agar kekayaan negara dapat kau jamah sepuasnya? Untuk anak cucumu. Untukkroni-kronimu. Untuk selir-selirmu…!!!!!!
Dari melihat kondisi masyarakat bangkai inilah aku bertekad untuk membangun kesadaran adik-adikku yang ikut acara Balinese Camp. Bahwa mereka harus bergerak menyongsong perubahan. Mereka harus punya mimpi-mimpi besar merangkai, merajut,dan mencipta bumi pertiwi agar sesuai dengan amanat kemerdekaan.Mereka harus tahu, bahwa di alam sana, Soe Hok Gie, menanti ampuhnya mantra yang diucapkanya bahwa kita, adik-adik, adalah generasi mudayang diberi tugas untuk menyingkirkan generasi tua yang mengacau.
Aku harus memberi kesadaran pada mereka,adik-adikku itu, bahwa di tangan kalianlah arah perjalanan bangsa ini berada. Tinggal kalian pilih, tiga tipe mahasiswa yang ada. Tipe mahasiswa akademis, hedonis dan aktivis. Pilihan ada di tangan kalian semua. Membiarkan semua ini terjadi tanpa melakukan apa-apa atau memberi makna pada hidup kalian. Bali pada khususnya dan Indonesia pada umumnya menanti konstribusi positif dari kalian semua.
Silang sengkarut pikiran melintas dikepalaku. Tanpa kusadari bis kota sudah memasuki terminal Arjosari tepat pukul 17.38 wib. Bergegas aku menuju pangkalan angkot di ujung terminal. ADL itulah angkot yang akan mengantarkanku menuju terminal Landungsari. Hampir satu jam lebih sedikit aku menanti dan bertanya dalam hati. Butuh berapa jam lagi sih angkot ini akan segera meluncur?
Sekian menit usai adzan maghrib menggema,angkot mulai berjalan menyusuri jalanan kota Malang. Zigzag lajunya. Ngebut. Salib kanan kiri, sopir tak peduli. Pandang mataku kualihkan ke pinggiran jalan kota Malang yang dipenuhi manusia yang menjajakan kue dan kopi di pinggir jalan. Ah inilah bunga-bungatrotoar seperti kata Iwan Fals dalam lirik lagunya.
Tibalah aku di terminal Landungsari. Lima ribu rupiah dan ucapan terima kasih kuberikan pada pak sopir yang telah dengan setia dan baik hati mengantarkan kami, para penumpang,dengan selamat. Lima ribu rupiah harga untuk keselamatan. Begitu murahnya bukan?
Sejurus kemudian. Datanglah Helmi Singkek menjemputku. Tanpa banyak tanya karena menahan pipis yang mulai tak bisa kutahan. Aku memintanya untuk mencari toilet terdekat yang bisa menumpaskan hasratku.
“Pom bensin“, katanya.
“Ya udah nggak apa-apa. Lanjut..!!!!“
Dengan penuh semangat, dikebutnya motor yang disetirnya. Gronjalan jalanan yang dilalui membuat aku tak kuat menahan. Aku takut. Takut bukan karena apa. Takut pipis di tengah jalan, di atas motor. Untuk mengalihkan kebelet pipis itu, kucoba ngobrol ngalor ngidul dengannya.
“Malang dan Bandung, sama“ujarku
“Apanya yang samabli?“
“Gadis-gadisnya.Jegeg-jegeg sajan.1Bisa nggak bener, kalau saya kuliah di dua kota ini“
“ha ha ha ha.....Beneh bli“2
Sesampainya di pom bensin, tanpa pikirpanjang aku bersegera menuju toilet yang ada. Seusia menunaikan hajatku, kami berdua langsung kembali menyusuri jalanan kota Batu yang mulai dingin. Ramai. Ramai sekali anak-anak muda yang entah apa dilakukannya di kedinginan malam di Kota Batu. Saat ada gadis muda berboncengan, Berkaos transparan. Bening kulitnya. Helmi menjawil tanganku
“ini lho cewek bli. Godain“
“Sube ade kuloke“3jawabku.
Derai tawa kami berdua menghiasi dinginnya kota Batu. Hingga tanpa terasa, lokasi Balinese Camp telah aku masuki. Akupun mempersiapkan diri untuk menyampaikan materi pada malam yang dingin menusuk tulang. Bahannya dari mana? Ya dari beberapa referensi yang sudah aku pelajari serta saat melihat realitas sosial selama perjalanan tadi.
Sebagai penutup secuil kisah bagian I ini, aku suguhkan buat kalian puisi yang kuambil secara bebas dari buku yang pernah kubaca. Catatan Seorang Demonstran-nya Soe Hok Gie.
Saya bermimpi tentang sebuah dunia
Di mana ulama’, buruh dan pemuda
Bangkit dan berkata
“ Stop untuk semua kemunafikan ini..!!“
“Stop semua pembunuhan atas nama apapun...!!!“
Jangan lagi ada rasa benci pada siapapun
Agama apapun, ras apapun, bangsa apapun
Segeralah lupakan perang dan kebencian
Lalu sibuklah dengan pembangunan dunia yang lebih baik
Tuhan.......
Saya mimpi tentang dunia tadi
Dunia yang tak pernah akan datang.......
Surabaya, 06 Mei 2013
Catatan Kaki
1 Cantik-cantik benar.
2 Iya mas.
3 Sudah ada anjingnya (maksudnya cewek yang sudah punya cowok)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !