Ah inilah yang terjadi padamu. Kau terbunuh oleh kata-kata yang diucapkannya. Tanpa kau sadari, ia yang sudah sebulan lamanya menghabiskan waktu dalam dekapanmu, ternyata masih terpenjara dalam kelamnya masa lalu. Ia masih terkenang dengan ksatria yang pernah bertahta dihatinya. Tak mudah melupakannya.
Seketika kau lemas. Tak ada tenaga yang bisa menopang seluruh sendi-sendi tubuhmu. Kau terkulai. Tenagamu lenyap seketika. Buku yang ada ditanganmu kau dekap. Erat. Kau dekap erat buku itu seakan-akan buku itu kekasihmu. Ya…! Bukulah kekasih sejatiku. Tak sekalipun ia meninggalkanku. Kemanapun aku, bagaimanapun aku, ia selalu menyertaiku. Begitu gumammu dalam alunan kesedihan.
Apa lagi yang yang bisa diharapkan dari sebuah hubungan, bila masa lalu masih menyergap, masih mengurung diri? Bukankah ujung dari sebuah hubungan berakhir di altar pernikahan? Kata-kata menghancurkan semuanya. Kata-kata membombardir pertahananmu yang kukuh selama ini. Dan kaupun bertekad dan berniat dalam hati untuk membunuh kata-kata yang ada di permukaan bumi. Kau buru dimanapun kata-kata berada.
Kata-kata di langit kau bunuh. Di sungai kau tebas. Di pelataran sawah kau tusuk dengan bengis. Hingga tak tersisa satupun kata-kata yang ada di atas bumi. Hanya ada sebagian kata-kata yang masih tersembunyi dalam lembaran kertas dalam bentuk buku. Dan itu ada dalam tas dipundakmu. Seusai kau berkeliling menelusuri seluruh wilayah di atas permukaan bumi. Kaupun mengalami kelelahan. Terduduk. Terdiam seribu bahasa. Kau membuka tasmu untuk mengambil sepuntung rokok yang kau sisipkan di sela-sela saku baju dalam tasmu.
Kau terbelalak saat masih ada kata-kata yang tertulis di buku dalam tasmu. Seketika kau congkel tiap kata itu. Kau tebas lehernya. Kau gantung kata-kata itu sebagaimana massa rakyat menggantung penguasa otoriter Rumania Nicolae Ceausescu di alun-alun istana negara. Tebasan terakhir itu membunuh kata-kata untuk selamanya. Darah kata-kata berceceran dimana-mana. Kaupun mengalami keletihan yang sangat setelah usai bertarung habis-habisan dengan kata.
Di atas langit, burung gagak terbang bergerombol siap menyantapi daging-daging kata yang berceceran. Kau berkehendak untuk berteriak namun kerongkonganmu tercekat. Kau tak bisa bicara. Kau tak bisa berkata karena semua kata telah kau bunuh dengan bengis. Tak
Kaupun mengutuk dirimu dalam kesepian dunia, membunuh kata sama dengan membunuh pengetahuan. Kata adalah anak kandung dari Firman Tuhan. Sebelum adanya alam, kata sudah ada, kata sudah eksist. Setelah alam tiadapun, kata akan tetap ada. Karena kata adalah Firman-Nya. Dengan membunuhnya kau merasa diri menjadi Tuhan. Kepongahan itu yang akan membunuhmu perlahan-lahan.
Surabaya, 16 Desember 2012.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !