ZIARAH BUKU

Jumat, 14 Juni 2013

Vitamin T? Buku tentang apa ini?. Tentang kesehatankah? Demikian tanya saya dalam hati saat berada di antara tumpukan buku dalam agenda cuci gudang Penerbit Mizan di Surabaya. Sebelumnya saya tidak begitu memperhatikan buku dengan judul aneh tersebut. Mencuekkannya. Pikiran yang menyembul dalam benakku, buku ini mungkin buku kesehatan. Habis judulnya begitu. Namun setelah saya membayar sekitar delapan buku yang saya letakkan di kasir, mendadak saya sekilas membaca nama penulis buku Vitamin T tersebut. Hernowo.

Ini Hernowo yang mana ya? Penuliskah? Atau seorang Dokterkah? Seketika saya mengambil kembali buku itu dan membolak-balikkannya. Oh ternyata Hernowo penulis tho. Batinku. Tapi kenapa dia menulis soal Vitamin ya? Vitamin T pula. Vitamin apaan ini? Pertanyaan kembali menggelayut dalam benakku. Dan mungkin sebagaimana keraguan yang dituturkannya dalam buku ini, mungkinkah namanya bisa menjadi garansi bagi pembaca untuk membelinya?

Saya termasuk penyuka tulisan-tulisan beliau yang ada di jejaring sosial facebook. Sering saya membacanya dan setelah membacanya saya jadi termotivasi untuk membaca dan menulis. Seketika itu juga saya, berkeyakinan bahwa buku ini bagus. Jangan dilewatkan begitu saja. Kuambillah buku ini dan kukumpulkan bersama buku-buku yang sudah masuk dalam hitungan kasir.

Alhamdulillah. Ternyata dugaanku benar. Namanya menjadi garansi. Buku ini membangkitkan kembali minat membaca dan menulisku yang sudah sebulan lebih ini mengalami kevakuman. Diantara Sembilan buku yang kubeli, buku inilah yang pertama kali kubaca. Subhanallah.

Saya tertegun. Tak jarang bulu kuduk merinding setiap kali Pak Hernowo mengutip beberapa pendapat para tokoh-tokoh besar yang menjelaskan tentang kekuatan yang tersimpan dan akan meledak tiap kali proses membaca dan menulis dilakukan. Buku ini benar-benar menyadarkan akan kelalaianku sebulan terakhir ini. Saya suka pola penyampaian gagasan pak Hernowo yang begitu mudah dipahami, tak berbelit-belit. Prak prak prak. Langsung mengena ke sasaran.

Saya suka membaca namun untuk menulis terkadang kemalasan sering menyerang hingga membuatku terbelenggu oleh waktu yang kejam. Tulisanku memang sering dimuat di media. Dan itu kebanyakan resensi. Opini dan esai hanya beberapa saja. Kesukaan menulis resensi dilakukan karena memang itulah cara yang paling mudah untuk memulai proses menulis selain menulis diary.

Selain itu, saya selalu teringat dengan perkataan Muhidin M.Dahlan saat pelatihan menulis di Bibliopolis awal tahun 2011 kemarin. Dia menuturkan bahwa seorang penulis professional pada mulanya ia adalah seorang resensor buku. Seorang peresensi buku!!. Hernowo bilang “Mengikat Makna adalah Meresensi Buku”

Dan saya baru menyadarinya setelah sekian lama bergelut dengan buku. Ada banyak hal yang saya dapatkan setelah menelusuri dunia teks ini. Saya dibawanya hanyut entah kemana. Saya diajaknya untuk melakukan dialog imajiner dengan beberapa tokoh besar yang karyanya saya baca kemudian saya resensi. Sayapun jadi tahu pengalaman seseorang yang dituangkannya dalam bentuk kata.

Saya sangat berterima kasih sekali pada mentor-mentor menulis saya. Mbak Sasa, Gus Muh, Pak Suparto Brata. Merekalah yang menanamkan benih menulis dalam diri saya. Pak Hernowo, Sinta Yudisia, Rizal Mumazziq Zionis, serta beberapa penulis lain yang memberikan provokasi pada saya untuk segera meledakkan diri dengan potensi yang saya miliki.

Buat pak Hernowo, terima kasih pak atas ilmunya dalam buku Vitamin T ini. Terutama dalam bab berjudul “Meresensi Buku Dalam Setting Mengikat Makna”. Maklum pak. Khan sebagaimana saya katakan di depan saya suka menulis resensi. Menulis opini ataupun esay jarang saya lakukan. Bukannya tidak bisa. Tapi saya ingin agar saat menulis esay ataupun opini, tulisan saya itu sarat dan kaya akan gagasan. Dan itu tak mungkin saya capai tanpa membaca buku lalu meresensinya.

Tekhnik meresensi buku yang bapak terangkan sungguh makin mempermudah saya untuk menulis resensi. Saya ingin ada di tahap yang ketiga. Tahap Comparing.Tahap yang membandingkan satu buku dengan buku yang lain dalam tema yang sama. Inilah tahap mengkritisi sebuah buku. Inilah sebenarnya yang diajarkan oleh Gus Muh dulu, agar saya menggunakan mata seorang penyidik.

Terakhir, sebagai upaya dalam mengedit ego, saya benar-benar dilambungkan oleh kata-kata bijak Ursula K. Le Guin dalam Buku Vitamin T ini. Dia berkata “Kita membaca buku untuk mencari tahu tentang diri kita sendiri. Apa yang dilakukan, dipikirkan, dan dirasakan oleh orang lain, entah itu nyata atau imajiner. Itu adalah petunjuk buat kita untuk menyadari siapa kita dan akan menjadi seperti apakah diri kita ini”

Salam ta’dzim buat mentor-mentor saya. Mbak Sasa, Gus Muh, Pak Suparto Brata, Pak Hernowo dan yang lainnya. Semoga kita semua bisa mengajak masyarakat Indonesia untuk kembali membangun peradaban tinggi melalui proses membaca dan menulis. Salam.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Mas Template
Copyright © 2011. SHOFA AS-SYADZILI - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website | Edited by Arick Evano
Proudly powered by Blogger