MEWUJUDKAN KOTA PERADABAN BUKU

Rabu, 18 Mei 2011


Dimuat di Radar Surabaya, 19 Mei 2011
Membludaknya pengunjung Gebyar Buku Murah 2011 di DBL Arena Jawa Pos memberikan harapan baru bagi berkembangnya pola pikir masyarakat Surabaya. Pagelaran itu sendiri dihelat sejak tanggal 4-8 Mei 2011 yang digawangi oleh JP Book bekerja sama dengan beberapa penerbit buku. Agenda yang dilaksanakanpun beragam bentuknya. Dari kontes robot, kuliah 3000 guru, olimpiade Matematika dan Sains serta bedah buku. Antusiasme pengunjung yang begitu besar memberikan ekseptasi bagi kalangan pecinta ilmu pengetahuan untuk menjadikan kota Surabaya sebagai kota ilmu pengetahuan.

Filosofi ” Buku ibarat gudang yang penuh berisi emas” benar-benar dipraktekkan dengan cerdas oleh pihak JP Book. Kita tentu tahu dengan kalimat bijak di atas yang diucapkan oleh seorang filosof Cina yang masyhur dengan ajaran cinta kasihnya, Confusius. Confusius berkata demikian karena mengetahui bahwa peran buku dalam memajukan peradaban sebuah bangsa hingga bisa mencapai puncak peradabannya tidaklah bisa dianggap kecil. Contohnya adalah peradaban Islam pada abad pertengahan bisa berada di atas puncak kejayaannya disebabkan karena penerjemahan karya-karya klasik Yunani kedalam bahasa Arab. Penerjemahan ini kemudian menjadi tonggak dibangunnya Baitul Hikmah. Perpustakaan yang menyimpan ribuan buku di masa dinasti Abbasiyyah.

Jadi bisa dikatakan, berbicara tentang buku, sama dengan berbicara tentang peradaban suatu bangsa. Karena di dalam buku-lah segala sisi suatu bangsa berada didalamnya. Buku bertugas pula menghimpun segala hal pemikiran yang masih berserakan untuk dijadikan satu dalam bentuk yang utuh. Dengan buku, pikiran-pikiran cerdas bisa dikodifikasikan dan disimpan untuk generasi masa depan.

 Majunya beberapa bangsa menjadi tonggak peradaban dunia disebabkan karena mereka menjadikan buku sebagai pembentuk karakter masyarakatnya. Peradaban buku akan melahirkan peradaban masyarakat yang unggul dalam berbagai hal. Baik dalam bidang ekonomi, budaya, social politik dan kesusastraan. Banyak sekali contoh yang bisa diambil sebagai sebuah pelajaran dari beberapa bangsa yang menjadikan buku sebagai titik tolak untuk melakukan terobosan pembaruan di segala bidang.

Melihat hal itu, Gebyar Buku Murah kemarin setidaknya merupakan suatu langkah awal bagi usaha memperoleh akses buku yang murah dan berkualitas. Meskipun minat baca warga Surabaya periode Januari 2010-September 2010 mengalami kenaikan sekitar 500% (Jawa Pos Metropolis, 19 oktober 2010), namun bila tanpa dibarengi dengan kemudahan untuk memperoleh akses yang besar terhadap buku, hal itu penulis rasa sangatlah paradoks.

Animo warga Surabaya yang mulai bergeliat dan menyadari akan pentingnya membaca adalah bukti konkrit akan suksesnya gerakan membaca yang telah dicanangkan. Adanya 20 unit sudut baca pada awalnya hingga bertambah menjadi 200 unit sudut yang tersebar di berbagai tempat adalah factor penentu meningkatnya minat baca tersebut. Peran pemerintahan kota yang menggalakkan gerakan membaca ini setidaknya harus di dukung oleh berbagai hal. 

Pertama, ruang baca yang kondusif. Unsur ruang baca yang kondusif ini bisa menjadi alasan bagi masyarakat untuk mengunjungi ruang baca yang disediakan Pemkot. Ketenangan serta pelayanan yang diberikan haruslah menjadi prioritas utama agar masyarakat merasa betah untuk berlama-lama dan aktif berkunjung ke sana.

 Kedua, selalu up date buku-buku terbaru. Dari beberapa penerbit yang ada di Surabaya, kiranya sangat layak untuk di ajak bekerja sama dalam program gerakan membaca ini. Kelengkapan dan barunya daftar pustaka bisa juga menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk mau melangkahkan kaki ke perpustakaan pusat, sudut baca, Taman Baca serta perpustakaan keliling.

Ketiga, kemudahan akses untuk memperoleh buku. Perlu kiranya pemerintah tidak hanya mengkampanyekan kegiatan membaca saja. Karena hal itu di rasa belumlah cukup tanpa diimbangi dengan kemudahan akses bagi masyarakat untuk memperoleh buku. Kemudahan akses ini sangatlah penting mengingat mahalnya harga buku yang ada di pasaran.

Dari ketiga hal itulah kiranya akan terbentuk masyarakat yang paham akan pentingnya sebuah informasi yang ada di buku. Karena buku adalah jendela dunia. Dengan membaca juga akan diketahui jejak kaki para penulis terdahulu yang berupaya mengabdikan hidupnya dengan menulis demi generasi penerus nantinya. Jika masyarakat kota Surabaya paham akan hal ini maka itulah awal terbentuknya kota peradaban buku. Sebuah kota yang masyarakatnya gemar membaca buku dimanapun dan kapanpun. 

Tentunya ini merupakan tanggung jawab kita bersama. Kita semua pastinya mendambakan adanya aktivitas membaca di depan umum seperti yang ada di Jepang dan Inggris. Dimana kala mereka menunggu angkutan transportasi di halte, stasiun dan bandara sekalipun, waktu senggang itu disisipi dengan membaca. Baik itu berupa buku, majalah, ataupun koran.

Sudah saatnya Pemkot Surabaya menjadi garda terdepan dalam mewujudkan Surabaya sebagai kota Peradaban Buku. Massifikasi gerakan membaca haruslah diawali dengan tersedianya infrastruktur yang menunjang semangat masyarakat untuk membaca. Agar nantinya pola pikir masyarakat kota Surabaya menjadi lebih terbuka, dinamis dan toleran. 

Sebab sebagaimana yang dikatakan oleh Khaled Abou El Fadl dalam karyanya Musyawarah Buku, bahwa pikiran adalah anugerah Tuhan yang paling luar biasa sedangkan buku adalah anugerah Tuhan yang menjaga pikiran untuk generasi masa depan. Generasi masa depan inilah yang akan meneruskan cita-cita selanjutnya. Maka dari itulah mari bergerak dari sekarang dengan menanam benih cinta untuk membaca pada anak-anak.

* Penulis Aktivis Yayasan Kualita Lima, Bergiat di DBUKU Bibliopolis Surabaya
   

 

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Mas Template
Copyright © 2011. SHOFA AS-SYADZILI - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website | Edited by Arick Evano
Proudly powered by Blogger