Pemerintah Arab Saudi berencana menghancurkan makam Nabi Muhammad.
Pusara Rasulullah itu terletak di dalam masjid paling suci kedua setelah
Masjid Al-Haram di Kota Makkah. Tujuannya untuk memperluas Masjid
Nabawi?
Pembangunan masjid itu memang diperlukan, tapi rencana
pemerintah Negeri Dua Kota Suci itu sungguh mencemaskan sebab perluasan
bakal dilakukan di sebelah barat, tempat makam Rasulullah bersama dua
sahabatnya, Abu Bakar as-Shiddiq dan Umar bin Khattab. Rencana ini
dinilai bakal membuat banyak pihak murka dan umat Islam bakal
bergejolak.
Isu tentang akan dibongkarnya makam Rasulullah ini
bukanlah hal yang baru. Sejak puluhan tahun silam, isu ini terus menjadi
momok bagi umat Islam. Pada tahun 1924-1925, Arab Saudi dipimpin oleh
Ibnu Saud, Raja Najed yang beraliran Wahabi. Aliran ini sangat dominan
di tanah Haram, sehingga aliran lain tidak diberi ruang dan gerak untuk
mengerjakan mazhabnya.
Semasa kepemimpinan Ibnu Saud, terjadi
eksodus besar-besaran ulama dari seluruh dunia. Mereka kembali ke negara
masing-masing, termasuk para pelajar Indonesia yang sedang mencari ilmu
di Arab Saudi.
Aliran Wahabi yang terkenal puritan, berupaya
menjaga kemurnian agara dari musyrik dan bid'ah. Maka beberapa tempat
bersejarah, seperti rumah Nabi Muhammad SAW dan sahabat, termasuk makam
Nabi Muhammad pun hendak dibongkar.
Umat Islam Indonesia yang
berhaluan Ahlussunnah wal Jamaah merasa sangat perihatin kemudian
mengirimkan utusan menemui Raja Ibnu Saud. Utusan inilah yang kemudian
disebut dengan Komite Hijaz.
Komite Hijaz ini merupakan sebuah
kepanitiaan kecil yang dipimpin oleh KH Abdul Wahab Chasbullah. Setelah
berdiri, Komite Hijaz menemui Raja Ibnu Suud di Hijaz (Saudi Arabia)
untuk menyampaikan beberapa permohonan, seperti meminta Hijaz memberikan
kebebasan kepada umat Islam di Arab untuk melakukan ibadah sesuai
dengan madzhab yang mereka anut.
Karena untuk mengirim utusan ini
diperlukan adanya organisasi yang formal, maka didirikanlah Nahdlatul
Ulama pada 31 Januari 1926, yang secara formal mengirimkan delegasi ke
Hijaz untuk menemui Raja Ibnu Saud.
Adapun lima permohonan yang disampaikan oleh Komite Hijaz, seperti ditulis di situs www.nu.or.id tersebut adalah:
Pertama,
memohon diberlakukan kemerdekaan bermazhab di negeri Hijaz pada salah
satu dari mazhab empat, yakni Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali. Atas
dasar kemerdekaan bermazhab tersebut hendaknya dilakukan giliran antara
imam-imam shalat Jum'at di Masjidil Haram dan hendaknya tidak dilarang
pula masuknya kitab-kitab yang berdasarkan mazhab tersebut di bidang
tasawuf, aqidah maupun fikih ke dalam negeri Hijaz, seperti karangan
Imam Ghazali, imam Sanusi dan lain-lainnya yang sudaha terkenal
kebenarannya.
Kedua, memohon untuk tetap diramaikan tempat-tempat
bersejarah yang terkenal sebab tempat-tempat tersebut diwaqafkan untuk
masjid seperti tempat kelahiran Siti Fatimah dan bangunan Khaezuran dan
lain-lainnya berdasarkan firman Allah "Hanyalah orang yang meramaikan
Masjid Allah orang-orang yang beriman kepada Allah" dan firman Nya "Dan
siapa yang lebih aniaya dari pada orang yang menghalang-halangi orang
lain untuk menyebut nama Allah dalam masjidnya dan berusaha untuk
merobohkannya."
Ketiga, memohon agar disebarluaskan ke seluruh
dunia, setiap tahun sebelum datangnya musim haji menganai
tarif/ketentuan beaya yang harus diserahkan oleh jamaah haji kepada
syaikh dan muthowwif dari mulai Jedah sampai pulang lagi ke Jedah.
Dengan demikian orang yang akan menunaikan ibadah haji dapat menyediakan
perbekalan yang cukup buat pulang-perginya dan agar supaya mereka tidak
dimintai lagi lebih dari ketentuan pemerintah.
Keempat, memohon
agar semua hukum yang berlaku di negeri Hijaz, ditulis dalam bentuk
undang-undang agar tidak terjadi pelanggaran terhadap undang-undang
tersebut.
Kelima, Jam'iyah Nahdlatul Ulama (NU) memohon balasan
surat dari Yang Mulia yang menjelaskan bahwa kedua orang delegasinya
benar-benar menyampaikan surat mandatnya dan permohonan-permohonan NU
kepada Yang Mulia dan hendaknya surat balasan tersebut diserahkan kepada
kedua delegasi tersebut.
Dari pemaparan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa Komite Hijaz yang merupakan respons terhadap
perkembangan dunia internasional ini menjadi faktor terpenting
didirikannya organisasi NU. Berkat kegigihan para kiai yang tergabung
dalam Komite Hijaz, aspirasi dari umat Islam Indonesia yang berhaluan
Ahlussunnah wal Jamaah diterima oleh raja Ibnu Saud. Makam Nabi Muhammad
yang akan dibongkar pun tidak jadi dihancurkan.
Sumber : Merdeka.com
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !