Pesan itu aku terima dari Ketua Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jawa Timur, Bapak Ismail Nachwu di toko buku Toga Mas, Sabtu 29 Desember 2012. Pertemuan itu terjadi secara tidak sengaja saat kulihat beliau melihat-lihat buku bersama segenap keluarganya. Ku uluk salam, lalu kucium tangannya sebagai bentuk rasa ta’dzimku akan ketinggian ilmunya.
Beliau mencoba mengingat-ingat namaku. Maklum. Pertemuanku pertama kali dengan beliau terjadi sejak aku diminta oleh adek-adek HMI Komisariat Adab IAIN untuk menjadi moderator saat Diklat Kewirausahaan beberapa bulan yang lalu. Dan kebetulan pemateri saat itu adalah beliau bersama dengan pemilik Rumah Makan Taman Daun, Pak Agus Sarwanto.
Beliau memang jagonya membangkitkan semangat kaum muda bila sedang berbicara. Gayanya mirip orator. Statementnya punya landasan yang kuat, bernas. Maka tak heran bila aku mengaguminya. Kekaguman ini bukan tanpa alasan. Sebab buatku, beliau sangat jago untuk memprovokasi agar kaum muda punya semangat yang lebih untuk melakukan perubahan yang berarti dalam hidupnya.
Diskusi ringan terjadi di toko buku itu antara beliau dan aku. Itu dimulai saat beliau menanyakan soal akademisku, soal tugas akhir apa yang akan kuangkat. Aku jawab saja bahwa aku mengangkat soal “Lompatan Iman Masyarakat Modern” kritik atas pemikiran filsafat eksistensi manusianya Soren Kierkegaard, tokoh filsafat eksistensialis yang kukagumi. Kujelaskan pula beberapa alasan mengapa kuangkat pemikiran tokoh kelahiran Denmark ini. Salah satunya, aku ingin menjadi pakar dalam aliran filsafat eksistensialis ini. Dan memang saat penyusunan skripsi waktu S1 dulu, pemikirannya soal tahapan-tahapan eksistensi manusianya aku angkat. Jadi biar linear. Begitu ungkapku.
“Jika memang itu yang akan diangkat. Usahakan thesismu tidak hanya menyelesaikan studimu saja, tidak hanya memenuhi kepuasan intelektualmu saja. Tapi jadikanlah thesismu menjadi sebuah solusi, sebuah jawaban dari problematika kehidupan masyarakat, umat dan bangsa. Kita butuh figure seperti Cak Nur yang dengan ide-idenya mampu memberikan tawaran akan kebangkitan Islam.”
Adduh!! Inilah yang nggak sempat aku pikirkan. Pada mulanya aku hanya berpikiran bagaimana memuaskan dahaga intelektualku. Itu saja. Nggak lebih. Namun pemaparan beliau yang menjelaskan soal makna dari keberadaan kita di atas bumi yang bukan atas kehendak kita, haruslah dipikirkan. Bahwa kita di bumi ini tidak hanya sekedar hidup selintas lalu saja tanpa ada sumbangsih berarti bagi kemanusiaan.
Dengan mengutip Heideger, beliau berkata “ kamu, saya, terlempar ke dunia ini tanpa kita rencanakan. Tiba-tiba kita sudah ada di sini. Di bumi ini. Dasein. Ada tanggung jawab yang dibebankan Tuhan kepada kita nak. Kita bukan sekedar hamba, tapi khalifah Tuhan. Apa manfaat karya akademismu jika hanya berkutat pada persoalan-persoalan yang tidak membumi pada persoalan kehidupan masyarakat. Sebab itu hanya akan menjadi kajian-kajian teoritis yang melangit. Kamu ibarat berdiri di atas menara gading. Saat ini umat islam berada dalam kegamangan dan kegagalan. Umat Islam gagal!!. IAIN GAGAL!! Jika para lulusannya tidak bisa memberikan solusi bagi permasalahan masyarakat. Inilah yang disebut oleh Fachry Ali dengan istilah inevolusi dan disartikulasi. Intelektual Islam saat ini hanya berkutat pada persoalan klasik saja. Asyik bermesraan dengan Tuhan tanpa melihat kondisi dan realitas disekelilingnya. Setidaknya, saya berharap karya akademismu bisa menjadi solusi alternative soal eksistensi umat Islam di masa kini. Meminjam istilahnya Antonio Gramsci, jadilah Intelektual Organik, jadilah Rausyan Fikr, Intelektual yang tercerahkan. Saya tunggu karya akademismu itu, nanti bisa kita bedah di ICMI. ”
Oh Tuhan. Ini tantangan buatku. Aku, hamba-Mu nggak mau berada dalam kegagalan. Aku nggak mau jadi pecundang dalam pagelaran hidup ini. Aku dilahirkan oleh kedua orang tuaku bukan untuk jadi pecundang, the looser. Aku harus “menjadi” Khalifah Tuhan yang hakiki, Ubermensch, Manusia Otentik, Al-Insan Al-Kamil, atau dalam istilah dalam organisasiku, “menjadi” INSAN CITA!! Itulah sosok kader yang diinginkan oleh organisasi yang membesarkanku, HMI.
Meminjam kalimatnya Ali Syari’ati sosok yang seperti itulah sosok manusia agung yang tersusun dari serpihan-serpihan fosil manusia hero yang bertebaran di seluruh penjuru sejarah. Manusia yang ditangannya tergenggam pedang Caesar, didadanya bermukim hati Yesus, yang berpikir dengan menggunakan otak Socrates, yang mencintai Allah dengan sanubari Al-Hallaj, seperti sosok manusia yang didambakan oleh Alexis Carrel, sosok manusia yang paham akan keindahan Tuhan dan keindahan ilmu. Manusia yang memperhatikan kata-kata Pascal dan Descartes. Bagaikan Budha yang bebas, merdeka dari belenggu nafsu dan ego. Seperti Lao Tse yang berefleksi tentang kedalaman fitrah primordialnya. Bagaikan Kong Fu Tse yang bermeditasi tentang nasib masyarakatnya. Bagaikan Spartacus yang memberontak terhadap pemilik budak, dan bagaikan Abu Dzar yang menebarkan benih revolusi bagi mereka yang lapar. Bagaikan Yesus yang membawa pesan-pesan cinta kasih dan perdamaian. Bagaikan Musa pesuruh Jihad dan pembebasan.
Ya Allah, jadikanlah hamba-Mu ini sosok manusia agung yang seperti itu. Jenis manusia yang berat dengan sederet kemampuan ekstra. Dan tanpa bantuan Tangan-Mu, hamba tak mungkin bisa seperti itu. Kepada-Mu hamba berharap, kepada-Mu jua hamba bergantung.
Yah… itulah hasil yang kuperoleh dari pertemuan hari itu dengan Ketua ICMI Jatim. Lebih dari 30 menit kami berdiskusi soal kemunduran, kegagalan dan kegagapan umat Islam dalam menghadapi tantangan zaman. Dia membangkitkanku dari kegagalan tahun 2012. Thanks Pak atas dukungan dan motivasinya. Thesis saya akan saya persiapkan sebaik mungkin.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !