SEJUMPUT CERITA DALAM KEBERSAMAAN

Jumat, 03 Februari 2012


Dua kali sudah kulewatkan waktu dengan teman-teman sekelas. Lama tak berkumpul, serasa ada ruang kosong dalam hidup ini. Jam terbang yang tinggi dalam berorganisasi membuatku sejenak melupakan mereka. Bukan hanya itu, skripsi yang sudah setengah jalanpun harus mangkrak seperti proyek negara yang dihentikan karena ketiadaan dana.

Menjelang beberapa bulan perpisahan dengan mereka, kucoba sisihkan waktu sedikit saja tuk bercanda, bergurau, ngerumpi persoalan pacar, jodoh dan kuliah dengan mereka. Yah, tema-tema yang asyik bukan untuk diperbincangkan?

Petemuan pertama kuikuti, kala peringatan naik hajinya orang tua Nayla Rahmatika Alif, biasa di panggil Nay. Saat itu kebetulan Nay juga lagi ulang tahun, klop sudah...Dua acara dalam waktu dan tempat yang sama.

Perjalanan Surabaya-Sidoarjo ditempuh demi keinginan tuk bertemu teman-teman Filsafat. Bingung pada awalnya, karena jalan yang dilewati jalan yang belum pernah kukenal. Yah Nggak apa-apalah...Ini pengalaman pertama buatku. Lagi pula jalannya penuh dengan nuansa pedesaan. Nuansa yang sekian lama hilang dalam pikiranku. Gimana nggak hilang, setiap hari di Surabaya yang di lihat hanyalah gedung-gedung pencakar langit. Gedung-gedung yang menjulang tinggi, simbol keangkuhan dan kesombongan masyarakat kota.

Tak terasa perjalanan melalui jalur-jalur yang dipenuhi padi yang mulai menguning, melempar anganku ke kampung halaman. Kampung yang telah lama kutinggal pergi tuk menuntut ilmu dan membuktikan firman Allah dalam kitab suci-Nya. Membuktikan firman Allah?

Yaaa......Aku ingin membuktikan firman-Nya dalam Al-Qur’an yang berbunyi : “ Yarfa’i llahul ladzina aamanu minkum walladziina uutul ’Ilma darajah“ ....... Aku haus akan ilmu. Membaca, diskusi, menulis kulakukan demi membuktikan firman itu. Benar nggak kalau orang berilmu derajatnya akan dinaikkan oleh-Nya? Afalaa Tu’min? Apakah engkau tidak percaya? Balaa...Walakin Liyatmainna Qolbi....Tidak..tapi biar tambah beriman hatiku....

Aku hobi membaca. Apapun itu, baik majalah, koran, ataupun buku. Baca Al-Qur’an? Maaf....aku nggak munafik. Jarang sekali kulakukan.... Kecuali bila adik kandungku memperingatiku lewat sms agar mengirim bacaan Yasin dan Tahlil buat bundaku. Berpikir nakal menurutku tidaklah dilarang, yang dilarang hanyalah diam, pasrah terhadap keadaan.

Jalanan sudah mulai memasuki perkampungan, perasaanku menyatakan ini sudah hampir dekat. Ternyata benar. Kulihat tiga sepeda motor berjejer dalam halaman rumah. Dengan bersegera kuucapkan salam. Aku bingung. Kenpa cuma ada si Roy? Kemana yang lainnya?...Suara kegaduhan terdengar di dapur. Tanpa banyak bicara, kulangkahkan kakiku masuk ke dapur

“Shofaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa“
teriakan mereka mengagetkanku.
“tumben ikut? Biasanya sibuk. Kita jarang ngajak kamu, karena selalu sibuk. Makanya tiap ada acara kita nggak pernah sms.“..............

Aku kaget. Mereka masih perhatian padaku. Aku yang lupa pada mereka. Semangat untuk melakukan pembuktian firman-Nya telah membuat aku lalai pada wilayah sosial. Aku berpikir :
“Kalau kayak gini, apa bedanya aku dengan para petapa yang pergi ke atas gunung untuk asyik masyuk dengan Sang Maha Absolut? Sementara masyarakat disekitarnya butuh perhatiannya. Aku egois. Aku hanya mementingkan diriku sendiri“.

Aku mulai memvonis diri.Siang hingga sore hari itu kutemukan kebersamaan dan kekeluargaan dalam pertemuan itu. Canda, gurau, saling menjahili ibarat saudara yang lama berpisah. Entah......Bergulirnya waktu membuat aku sadar. Aku akan berpisah dengan mereka setelah toga dipakai dalam tubuhku. Mulai saat itulah aku berikrar : “aku sediakan waktu buat kalian semua, kapanpun kalian mau“.

Kumpulan kedua kalinya kuikuti kemarin tanggal 12 Desember 2011. Hari itu merupakan hari ulang tahun salah satu teman dari kelas Filsafat. Fani wijayanti namanya. Dia kecil mungil, imut. Pembaca yang belum kenal mungkin akan menyangka dia masih SMA. Yaaah, memang perawakannya imut kok. He he he he he.......

Kali ini semuanya terbuka prihal pribadi. Tak ada sesuatu yang disembunyikan. Hubungan dengan pacar yang tak harmonislah, yang tak direstui orang tualah, hingga perbincangan yang mengarah ke arah perkawinan. Semuanya bermula dari permainan gelas putar. Ujung gelas yang berhenti pada seseorang, maka dia harus bercerita prihal skripsi, pacar, kerja dan semua-muanya.

Meski rata-rata pernah mengalami kekecewaan dalam menjalin sebuah hubungan, mereka masih punya mimpi untuk merajut masa depan yang cerah. Suami/istri yang perhatian, anak yang lucu, hubungan rumah tangga yang harmonis, sakinah mawaddah warahmah, serta pekerjaan yang mapan. itulah mimpi-mimpi yang tengah mereka bingkai.

Aku salut pada mereka semua. Mereka punya mimpi yang kuharap mimpi itu bisa jadi kenyataan kelak. Sebab dunia ini dibangun di atas mimpi. Akan sangat ironis ketika manusia tak lagi punya mimpi, dengan kata lain itu sama saja dengan kematian. Lamat-lamat kualunkan syair “Percakapan Sunyi-nya“ Indra Tjahyadi dalam buku Syair Pemanggul Mayat :

Kita adalah tangan-tangan yang tumbuh di atas kesunyian
Keperihan demi keperihan melumuti wajah kita
Hingga tiap kali kita terjaga dari kudeta-kudeta yang mengerikan
Kita akan paham bagaimana harus memaknainya..
Dengan Kabut..
Dengan Derita…
Meski anak-anak kita yang terlahir kelak menunjuk matahari
Seumpama perahu karam yang merajahkan sosok taufan pada sunyi
Karena di jejurang terasing….
Maut adalah hasrat yang paling nyata atas perih…
Serupa mimpi….
Mimpi yang terpenggal….
Antara Sekarat dan pelangi….

Surabaya, 13 Desember 2011
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Mas Template
Copyright © 2011. SHOFA AS-SYADZILI - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website | Edited by Arick Evano
Proudly powered by Blogger