AKU BERLINDUNG KEPADA ALLAH DARI GODAAN PLAGIASI
Jumat, 04 November 2011
Malam ini ku ditemani buku yang sangat menghentak dalam palagan sastra Indonesia periode 1962-1964.Buku itu berjudul Aku Mendakwa Hamka Plagiat, Skandal Sastra Indonesia 1962-1964 hasil buah tangan penulis kontroversial Muhidin M Dahlan atau akrab di panggil Gus Muh. Pada mulanya kekagumanku pada Hamka disebabkan karena salah satu karyanya pernah kubaca sebagai referensi tugas mata kuliah,Tasawuf Modern. Berawal dari buku inilah benih-benih kekagumanku padanya mulai menyemai. Sosok santun, agamawan serta penganut jalan suci ini membuatku ingin terus menelisik karya-karyanya yang lain.
Satu karyanya yang paling kuburu adalah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijks. Sebuah karya sastra roman yang mengisahkan kisah kasih antara Zainuddin dan Hayati. Tak tanggung tanggung buku ini sampai kuburu di pasar loak Senen Jakarta.Mungkin memang sudah suratan takdir, buku itu tak dapat kutemui di sana. Pepatah klasik bahwa buku mempunyai jiwa mulai menggelayut dalam pikiranku. Kampung Ilmu Surabaya, Blauran, Karya Anda sudah kukunjungi. Namun, hasilnya nihil. Patahlah semangatku untuk mencarinya.
Beberapa hari kulalui tetap dengan aktivitas yang sama. Baca, baca dan baca. Namun tidak ditemukannya Buku TKvDV membuat hatiku gelisah, resah. Cerita sebagian teman tentang isi buku yang bisa membuat pembacanya berkuah air mata itu makin meneguhkanku untuk terus mencarinya. Dimanapun keberadaannya.
Suatu hari sepulang dari kuliah, dengan langkah gontai ku coba lalui jalan setapak di belakang kampus. Dipojokan tepat belakang Fakultas Dakwah,Pak Buku terlihat duduk sendiri. Ditangannya buku kecil berjudul Dor! Sarajevo Karya Farid Gabban tidak mampu menggodaku. Namun, langkah kakiku terhenti seketika saat kulihat buku dengan sampul biru bergambar gelombang ombak di lautan. HAMKA, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijks Penerbit Bulan Bintang.!!.
Segera saja kuambil dia. Kupercepat langkahku menuju tempat tinggalku. Ku sudah tak sabar untuk memeluknya, menggumulinya. Perlahan-lahan kubaca lembar demi lembar. Kubuka pelan-pelan pakaian ilmu yang ada didalamnya. Aah...aku terbawa nuansa kesedihan tokoh ciptaan Hamka ini. Perasaanku terombang ambing ibarat Kapal Van Der Wijks yang di terjang ombak dan badai di tengah lautan.
Nuansa kesedihan itu kurasakan saat pertama kali membaca TKvDW,namun kini yang ada malah kegeraman dan kebencian yang sangat dalam pada pengarangnya. Buku yang baru ku beli kemarin, Aku Mendakwa Hamka Plagiat, membongkar pilar-pilar dari sebuah bangunan kekaguman padanya. Ternyata tudingan Abdullah SP pada Hamka bahwa karyanya adalah hasil plagiasi dari penulis Mustafa Lutfi Al-Manfaluthi dengan Al-Majdulin-nya tak bisa dibantahnya. Hamka bungkam. Entah, kebungkamannya karena tonjokan Abdullah SP yang membuatnya KO atau karena keengganannya menanggapi tokoh fiktif ini.
Tidak hanya itu, kebencianku makin memuncak saja pada Hamka. Saat helai demi helai buku Aku Mendakwa Hamka Plagiat terbaca. Fakta demi fakta yang disajikan Koran Bintang Timur pada masa itu, makin membuatku membelalakkan mata. Ternyata, Hamka pernah juga melakukan tindak plagiasi saat menjadi guru di Medan. Subhanaallaah..
Ya Allah...Engkaulah Penulis Sejati...Berikanlah Nur ilmu-Mu pada murid-Mu yang bodoh ini. Hamba tahu, tak pantas kiranya mencaci maki penulis yang sudah menorehkan tintanya dalam lembar kertas kehidupan ini. Namun, hamba tak setuju jika tinta yang dipakainya adalah tinta milik orang lain. Lembar kertas kehidupan ciptaan-Mu itu suci, lantas salahkah hamba bila menginginkan tintanyapun harus suci pula...? Dan di tulis oleh orang yang suci pula?? Ya Allah....Aku berlindung kepada-Mu dari godaan Plagiasi dan para Plagiat yang terkutuk....Amieen....
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !