Indonesia di Mata Diplomat Teh Celup

Selasa, 16 November 2010



“Kekuatan Indonesia terletak pada keberagamannya. Kemakmurannya yang sekarang tumbuh dari tradisi untuk menoleransi serta merayakan perbedaan dan pluralisme”. (Karim Raslan dalam Ceritalah Indonesia)

Mungkin hanya Karim Raslan, warga negara Malaysia yang berani datang ke Indonesia saat konflik dua negara serumpun ini sedang panas-panasnya. Kedatangannya membawa angin sejuk kedamaian bagi hubungan kedua negara. Saat acara bedah buku “Ceritalah Indonesia”di Ruang Sidang Rektorat IAIN Sunan Ampel Surabaya pada tanggal 10 Oktober 2010 Karim memaparkan bagaimana ia jatuh cinta akan negara seribu pulau ini.

Dalam buku hasil perjalanannya ke pelosok-pelosok di tanah air ini, Karim berusaha memperhatikan dan mendengarkan dengan seksama tiap tutur kata orang-orang yang ditemuinya. Mulai dari perjuangan Ustadz Khoiron yang berjuang untuk mengembalikan kehidupan normal PSK di Lokalisasi bisnis lendir Bangunsari Surabaya, trauma politik yang di alami oleh I Mangku Munik akibat peristiwa pembantaian besar-besaran warga Bali yang di tuduh sebagai anggota partai terlarang, PKI. Kekagumannya berlipat-lipat pada sosok Haji Bambang, yang berupaya menjaga konsep “menyame beraye” warga Hindu-Islam di Bali agar tetap utuh meski dikoyak-koyak oleh peristiwa Bom Bali. Karim begitu cinta dengan kemajemukan yang dimiliki oleh Indonesia. Suatu hal yang jarang Karim temukan dinegerinya sendiri.

Dalam ranah politik yang sangat kejam sekalipun Karim tak lupa untuk memasukkan sebuah pelajaran demokrasi dari Indonesia yang sangat berharga buat negaranya. Terpilihnya Gus Dur, tokoh organisasi terbesar di Indonesia Nahdlatul Ulama’, sebagai presiden terpilih meskipun mengalami kekurangan fisik membuat Karim mendapat hal baru dalam perjalanannya ke Indonesia. Selain itu Kebebasan Pers yang begitu luas pasca reformasi adalah nuansa yang kontras dengan di Malaysia sejak terpilihnya Gus Dur. Kesimpulan Karim, demokrasi benar-benar maju pesat di Indonesia dibandingkan di Malaysia. Di Malaysia, pers mengalami pembungkaman oleh penguasa. Segala berita yang ada di media mainstream sudah tidak dapat di percaya lagi oleh rakyat Malaysia. Mereka beralih kepada berita-berita yang bertebaran di dunia maya, dunia internet. (Hal. 83).

Selain itu pula, Karim memandang rakyat Indonesia sangat menghargai akan perbedaan, kemajemukan. Kebhinekaan Tunggal Ika yang dimiliki oleh Indonesia menjadi modal perekat perbedaan suku,agama dan ras, bersatu dalam keragaman, Unity In Diversity. Harapan serta keinginan Karim akan adanya tokoh pendorong demokrasi dan pluralisme di Malaysia sangat ia harap-harapkan. Karim berharap etnis Melayu, India dan Tionghoa di Malaysia saling menghargai satu sama lainnya. Potensi konflik antar etnis sangat rentan terjadi di Negara yang memiliki banyak kemajemukan seperti Malaysia. Dan itu Karim sadari. Terjadinya konflik antaragama di Malaysia yang di picu truth claim pemakaian kata Allah membuat Malaysia berada dalam bayang-bayang perpecahan.Kejadian itu berawal dari keputusan Pengadilan Tinggi Malaysia yang memberikan lampu hijau penggunaan kata Allah pada koran mingguan Katolik. Dari sanalah konflik bermula. Ditambah lagi dengan statement tokoh-tokoh partai yang mengatakan bahwa kalangan Melayu Muslim akan murka bila penggunaan kata Allah ditujukan kepada Tuhan kaum Nasrani. Statemen tokoh partai ini malah menjadi pemantik aksi teror terhadap gereja-gereja yang menggunakan kata Allah dalam kebaktiannya.Relevansi pemikiran Gus Dur menurut Karim harus dilakukan oleh Malaysia. Hadirnya tokoh politik dan ulama’ senior dari partai Pan Malaysia Islamic Party (PAS), Nik Aziz yang berpikiran moderat, toleran, inklusiv serta memiliki komitmen terhadap demokrasi, kebebasan sipil membawa harapan baru lahirnya tokoh macam Gus Dur versi Malaysia. Kehadiran Gus Dur versi Malaysia ini sangat diharapkan betul oleh Karim untuk mengubah pola pikir rakyat Malaysia yang konservatif dan ortodok.

Membaca esai-esai Karim sebanyak 29 kolom dalam buku ini, dipaparkan pula masa depan hubungan bilateral kedua Negara. Meski akhir-akhir ini sering kali terjadi konflik perbatasan antara dua Negara, hal itu selayaknya tidak menjadikan kedua Negara untuk melakukan konfrontasi secara terbuka. Persamaan Indonesia-Malaysia terletak pada adanya kesamaan dalam bidang budaya, bahasa, agama hingga hal-hal kecil sekalipun. Kekuatiran Karim akan turun tangannya Negara luar dalam konflik perbatasan dua Negara serumpun ini dikuatirkan malah akan memperkeruh suasana. Karim berharap agar kedua Negara ini focus pada selat Malaka yang sudah sekian lama diincar oleh Negara Paman Sam, Amerika Serikat. Dengan melakukan pendekatan diplomasi cultural, Karim layaknya Teh Celup. Yang bila dicelupkan maka teh itu akan menyebar menyairi warna air dan rasanya menjadi berubah. Pendekatan dengan menggunakan diplomasi cultural seperti ini jauh lebih bermanfaat terasa di banding menggunakan pendekatan diplomasi lewat jalur politik. Buku Karim ini layak di baca oleh kalangan umum, Mahasiswa, sejarawan serta kalangan pelajar agar bisa mengetahui Indonesia dalam pandangan intelektual dan penulis dari Malaysia.Wallahu A’lam Bis Showab.

Judul : Ceritalah Indonesia
Penulis : Karim Raslan
Penerbit : Pustaka Populer Gramedia
Cetakan : Cetakan I September 2010
Teball : xxi+136 hlm : 13,5 cm x 20 cm
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Mas Template
Copyright © 2011. SHOFA AS-SYADZILI - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website | Edited by Arick Evano
Proudly powered by Blogger