Jumat, 30 April 2010

TANGISAN GADIS DESA
Muhammad Shofa*

Malam mulai melemparkan sayap hitamnya. Menyelimuti semesta bertaburkan bintang gemintang. Indah….Indah sekali ketika kupandang langit pada malam ini. Dengan tas ransel hitam dipundakku, kususuri jalanan kota metropolitan ini dengan langkah gontai. Tak terasa langkah kakiku sudah sampai di taman kota. Kulihat sepasang muda mudi bersikap begitu mesranya. Tak merasa bahwa mereka tidak sendiri di ruang terbuka ini.
Ramai betul tempat ini dengan pasangan muda mudi yang lagi dimabuk cinta pikirku. Kuayunkan langkah kakiku menuju tempat yang kulihat agak sepi. Aku ingin duduk sendiri menyaksikan kebahagiaan yang terpancar dari wajah mereka.
Setelah lama kusaksikan seluruh tingkah laku anak Adam. Ternyata ada satu pemandangan yang entah mengapa menarik penglihatanku untuk menuju ke arah itu. Kulihat dari kejauhan tadi seorang gadis duduk menekuk lutut sambil menangis meneteskan air mata di tengah keramaian manusia yang merasakan kebahagiaan.
Kuberanikan diri menuju kearahnya, lalu duduk disampingnya. Kucoba untuk membuka pembicaraan dengan berkata “ Maaf , saya Rendra. Nggak usah takut melihat saya karena saya orang baik-baik kok”. Kataku padanya. “ Boleh saya tahu namamu?. Kucoba untuk lebih berani lagi dengan menanyakan namanya. Kulihat dia masih ragu melihatku yang masih di anggap orang asing olehnya.
Lama terdiam, akhirnya gadis itu menyebut namanya sambil menjulurkan tangannya padaku. " Andini, Asalku dari sebuah desa yang amat terpencil di ujung timur pulau ini" Jawabnya. Segera kujabat tangannya sebagai tanda perkenalan diriku dengannya dan kusebut pula namaku " Rendra, aku dari Madiun."
" Bagaimana ceritanya kok kamu yang berasal dari desa bisa sampai di kota metropolitan ini? Lalu mengapa di tengah semua orang di tempat ini berbahagia ku lihat dirimu berlinang air mata?"
" Aku tak tahu harus bercerita apa padamu,Rendra. Karena sudah begitu banyak beban yang menimpaku sedangkan aku sudah tidak percaya lagi pada semua orang yang ada di kota ini." Jawabnya sambil berusaha menahan agar air matanya tak berjatuhan lagi. Kubiarkan dirinya terlebih dulu mengenang masa-masa silam yang kurasa amat gelap baginya. Tak lama kemudian dia berusaha mengangkat wajahnya dan mulai percaya padaku. Hingga akhirnya dia mulai bercerita padaku awal mula dirinya bisa berada di kota yang terkenal amat kejam ini.
" Kala itu ada seorang tokoh masyarakat yang amat di puja oleh warga di sekitar desaku. Pak Paimin semua orang memanggilnya. Ia adalah seorang yang kaya raya karena sudah begitu lama dia bekerja di kota ini. Akan tetapi masyarakat tak ada yang tahu apa pekerjaannya. Yang jelas, setiap dia pulang ke desa selalu mengajak para gadis dikampungku untuk bekerja di kota dengan iming-iming yang sangat menggiurkan bagi gadis-gadis itu."
" Lalu tepat sehari sebelum keberangkatannya ke kota, Pak Paimin bertamu kerumahku dan bertemu dengan orang tuaku. Dia menawarkan pekerjaan untukku di kota. Dengan iming-iming gaji besar, penginapan buat karyawan dengan segala fasilitasnya. Orang tuaku yang tak tahu apa-apa tentang kehidupan di kota akhirnya membujukku agar mau menerima tawaran itu. Lagipula di desa aku tak ada pekerjaan, itulah alasan orang tuaku. Dengan berat hati kuturuti kemauaan itu dan pagi harinya kukemasi barang-barangku untuk segera berangkat ke kota."
" Sesampainya di kota aku amat terkejut karena apa yang dikatakan Pak Paimin pada orang tuaku berbeda dengan kenyataannya. Aku di paksa untuk melayani nafsu birahi para lelaki hidung belang, berpindah pelukan dari lelaki yang satu ke lainnya hanya demi selembar dua lembar uang. Setiap malamnya aku melayani lima sampai tujuh lelaki dengan tangisan sesak dalam dada sambil mengadu pada Tuhan bahwa ini bukan jalan yang ku pilih. Ya Allah, keluarkanlah hamba dari jalan penuh nista ini, hamba rindu kerlingan mata-Mu yang mengandung isyarat cinta untukku. Ya Allah, sungguh aku rindu akan belaian tangan-Mu yang dapat mengetuk rasa sayang Rahman Rahim-Mu." Kulihat dia mulai tak tahan lagi menahan beban yang menghimpitnya. Mengalirlah dengan deras air matanya. Air mata kesedihan.
Kubiarkan dia mulai bercerita tentang jalan hidupnya padaku. Kudengarkan pula ratapan tangis dan protesnya pada Tuhan atas apa yang menimpanya. Dan aku yakin, masih banyak Andini-Andini yang lain yang mengalami nasib serupa dengannya. Datang ke kota dengan maksud untuk bekerja akan tetapi sial menimpa mereka. Aku hanya bisa berdo'a buat mereka : Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim, Engkaulah pemilik kerajaan langit dan bumi. Engkau pulalah yang mengatur jalan hidup para penghuni yang ada didalamnya. Tak ada satupun yang luput dari pengamatan-Mu sekecil apapun itu. Bukakanlah Ya Allah jalan mereka untuk menuju pada cahaya-Mu. Karena Engkaulah pemilik Cahaya di atas cahaya. Ya Allah Ya Rabbi di atas hamparan rahmat-Mu, hamba memohon kepada-Mu siramilah mereka kesejukan kasih sayang-Mu dan lepaskanlah mereka dari penderitaan hidup ini. Ampunilah segala dosa-dosa mereka yang menjalani hidup ini bukan atas kemauan mereka. Bebaskanlah mereka dari pedihnya siksa-Mu. Bila persoalan mereka itu merupakan adzab dari-Mu, bimbinglah mereka untuk selalu taat pada-Mu untuk selalu patuh pada setiap titah-Mu Dan bila persoalan mereka itu adalah sebuah cobaan berikanlah mereka ketabahan keikhlasan dalam menjalani hidup ini.


Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Mas Template
Copyright © 2011. SHOFA AS-SYADZILI - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website | Edited by Arick Evano
Proudly powered by Blogger