MENJAGA KEAJEGAN BALI DARI INTAIAN TERORIS
Muhammad Shofa*
Membaca berita dikoran ini pada hari minggu, tanggal 1 November 2009, tentang pernyataan salah seorang mantan Ketua Mantiqi III Jamaah Islamiyyah, Nasir Abbas bahwa Bali masih menjadi primadona bagi tempat untuk melakukan aksi-aksi teror di tanah air. Maka seketika itu juga penulis yang merupakan salah satu putra daerah Bali merasakan kekuatiran akan keamanan di pulau yang terkenal dengan sebutan pulau seribu pura itu.
Sebagaimana jamak di ketahui bahwa Bali, sebuah nama yang apabila disebut langsung terpintas dalam ingatan adalah sebuah pulau surgawi. Dimana segala keindahan, kedamaian dan keelokan terpancar disana. Maka tidaklah heran kalau pelukis terkenal semacam Miguel Covarrubias mengatakan didalam karyanya Island Of Bali bahwa Bali adalah surga dunia yang terakhir. Apalagi baru-baru ini seorang desainer papan atas dari Jepang, Kansai Yamamoto menjadikan kain Bali selain batik untuk dipertunjukkan pada pagelaran busana Internasional bertajuk Festival Of Live di Bali pada 23 Mei yang lalu ( Jawa Pos,20 Mei 2009 ). Ditambah lagi dengan kedatangan artis Hollywood Julia Roberts yang menjadikan Bali sebagai setting pembuatan Film yang diambil dari sebuah novel karya penulis Amerika Elizabert Gilbert, Eat Pray Love. Maka lengkaplah sudah para pengagum pulau ini. Dari pelukis, desainer, aktris hingga teroris.
AA.Dwipayana dalam bukunya yang berjudul Globalism menyatakan bahwa ada tiga persepsi ketika nama Bali disebut. Pertama Bali yang turistik, para turis baik lokal ataupun domestic selau menjadikan Bali sebagai daerah tujuan wisata bagi acaran liburan mereka. Kedua, citra Bali dengan identitas budayanya yang tunggal dan homogen. Orang luar selalu mempunyai anggapan bahwa masyarakat Bali serta budayanya adalah satu. Padahal dalam kenyataannya masyarakat Bali sudah plural sejak dari dulu baik itu agama,budaya dan lainnya. Ketiga , citra Bali dengan keajegan budayanya. Ketiga hal itulah yang menjadikan Bali selalu menarik untuk dikunjungi para wisatawan.
Namun sepertinya saat ini, Masyarakat Bali dari berbagai unsure baik pemuda, Ormas dan pihak keamanan, pecalang ataupun polisi harus mulai mengantisipasi terhadap kemungkinan adanya lagi aksi-aksi teror di Bali dengan melakukan langkah-langkah preventif di berbagai sisi. Terutama jalur keluar masuknya warga yang ingin berkunjung ke Bali seperti pelabuhan dan Bandara. Karena dua tempatlah itulah yang menjadi pintu masuk para tamu yang akan berkunjung ke Bali. Selain itu ada pula tempat- tempat yang jarang sekali diawasi oleh pihak keamanan di Bali. Terutama tempat yang dulunya pernah menjadi pelabuhan dan bersandarnya kapal – kapal asing pada masa penjajahan dulu. Seperti pelabuhan Buleleng, kota disebelah utara Pulau Bali. Pelabuhan ini sering sekali lepas dari pengamatan dan perhatian Pemda Bali. Padahal pelabuhan ini sering kedatangan nelayan-nelayan dari luar pulau seperti dari Sepeken, Kangean dan beberapa lagi nelayan dari luar daerah. Hal ini bisa menjadi perantara masuknya para teroris ke daerah Bali karena longgarnya system keamanan di pelabuhan itu. Bukan hanya Pelabuhan Buleleng itu saja tapi banyak sekali pesisir-pesisir pantai yang berhubungan langsung dengan pulau lainpun bisa menjadi akses masuknya teroris ke Bali. Inilah tugas yang harus di pikul oleh pihak kepolisian sebagai garda terdepan dalam pemberantasan terorisme di Republik ini.
Selain itu, masyarakat juga harus di beri kesadaran akan pentingnya menjaga keamanan diwilayahnya masing-masing. Karena walau bagaimanapun masyarakat itu sendirilah yang tahu akan karakter dan persoalan yang ada diwilayahnya itu. Dan hal itu perlu melibatkan seluruh pihak baik itu tokoh masyarakat, pemuka agama serta seluruh elemen yang mempunyai kepedulian dan tanggung jawab akan keajegan Bali. Inilah pencegahan yang sangat jitu dalam memotong simpul-simpul gerakan teroris yang akan merusak ketertiban dan keamanan di Bali.
Itulah beberapa cara yang menurut penulis sangat efektif dalam mencegah masuknya kembali para teroris ke Bali. Karena apapun yang terjadi di Bali pastinya akan selalu menjadi sorotan dunia Internasional. Sampai-sampai Gubernur Bali Gede Mangku Pastika pernah menyatakan bahwa sekecil apapun peristiwa yang menimpa para wisatawan asing yang datang ke Bali seperti perampokan dan pencurian pasti akan menjadi bahan bagi mereka untuk memberikan travel warning pada warga negaranya apalagi kalau sampai berjatuhan korban jiwa yang di lakukan oleh tangan – tangan jahil teroris..
Dan jika Bali sampai mengalami lagi tragedi Bom Bali III maka rusaklah citra Indonesia di mata dunia yang imbasnya akan berakibat pada turunnya angka wisatawan asing yang akan datang ke Indonesia hingga akibatnya lagi akan memukul perekonomian yang menjadi tonggak penghasilan masyarakat Bali. Yang pada akhirnya Bali tidak lagi menjadi surga bagi wisatawan asing tapi malah menjadi ladang pembantaian mereka. Dan hal itu penulis yakini sangat tidak diinginkan oleh seluruh masayarakat yang ada di Bali. Bukankah demikian?
Falyatafakkar.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !